Sebandel apa sih masyarakat Indonesia? Kayanya masyarakat Indonesia paling doyan melanggar aturan deh. Naik motor, masih ada yang nggak pakai helm. Disuruh diam di rumah, malah kumpul-kumpul malam hari di tempat nongkrong.
Mau contoh lain, di perempatan jalan, lampu pengatur jalan sudah berwarna merah, kendaraan tetap melaju. Kalaupun berhenti, melebihi batas zebra cross.Â
Ada yang lebih menantang bahaya lagi, pintu perlintasan kereta api yang sudah ditutup, banyak yang nekat menerobosnya. Itu sangat berisiko dan sangat dekat dengan maut.
Sepertinya susah banget mendisiplinkan sebagian masyarakat Indonesia. Tidak heran akhirnya muncul peringatan-peringatan yang cenderung ekstrim biar masyarakat Indonesia jadi penurut. Itu terjadi karena cara-cara persuasif yang digunakan selama ini, seolah tidak mempan.
Bayangkan saja, agar masyarakat diam di rumah dan tidak keluar ke tempat keramaian, akhirnya dihadirkan sejumlah "pocong" berjaga di beberapa lokasi. Keberadaan "pocong" itu dimaksudkan untuk menakut-nakuti warga agar nurut terhadap anjuran pemerintah. Sosialisasi dan edukasi, yang sebelumnya dilakukan, bagai air di daun talas. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Sebegitu parahkah masyarakat Indonesia dalam melanggar peraturan? Sering terdengar dalam percakapan, bahwa peraturan yang dibuat hanya untuk dilanggar. Baru setelah ditakut-takuti, nyali melanggar masyarakat Indonesia jadi turun.
Tapi sampai kapankah hal itu terus terjadi? Haruskah masyarakat Indonesia lebih dulu ditakut-takuti kemudian jadi disiplin. Kadang yang harus jadi panutan pun sering bertindak konyol.Â
Contoh terbaru ada seorang anggota DPRD yang notabene figur pilihan ternyata mengabaikan anjuran physical distancing. Dengan mudah keluar kata-kata yang tidak pantas, semisal akan memakan virus corona.
Tradisi melanggar itu, secara tidak langsung berlanjut turun temurun. Menjadi budaya yang bisa diterima dan disepakati bersama. Bagaimana akan menjadi maju, jika aturan-aturan  yang kecil saja, yang sebenarnya bisa dilakukan justru diabaikan.
Pernahkah merasa buang puntung rokok sembarangan? Pernahkah merasa buang plastik kemasan makanan asal saja? Jangan-jangan kita pernah melakukannya. Dari hal yang kecil itu, kita jadi tidak aneh ada tumpukan-tumpukan sampah bukan pada tempatnya. Itu padahal salah besar.