Wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta, pasti hafal makanan khas daerah setempat. Apalagi kalau bukan gudeg. Cemilannya, tidak jauh dari bakpia. Gudeg bisa dibawa untuk oleh-oleh, ada yang bisa tahan tiga hari. Kalau bakpia jangan ditanya lagi, untuk oleh-oleh, wisatawan banyak yang memborongnya.
Gudeg dan bakpia, cenderung bercita rasa manis. Itu sangat khas dengan masakan orang Jawa, yang cenderung banyak rasa manisnya. Namun kini kuliner Yogyakarta banyak bermunculan di pinggir jalan. Sebagian malah mengundang rasa penasaran wisatawan. Salah satunya, masakan oseng-oseng mercon.
Mendengar namanya saja, masakan tersebut sudah tergambarkan bakal meledak-ledak. Dan sekarang yang lagi ngetop, masakan oseng-oseng mercon milik Bu Narti. Pengelola osen-oseng mercon yang melayani pembeli di Jalan K.H. Ahmad Dahlan ini mengklaim sebagai pelopor nomor 1 masakan super pedas di Yogyakarta. Selain itu, pengelolanya memastikan tidak membuka cabang di tempat lain.
Dengan moto sebagai pelopor nomor 1 dan tidak membuka cabang, hal itu secara tidak langsung menjadi daya tarik. Banyak orang, apalagi wisatawan yang penasaran, bagaimana sih masakan dari sang pelopor.
Hari itu, seusai siang hari melakukan kunjungan ke Gumuk Pasir, kami dari komunitas motor menyepakati nanti malam harus menjajal oseng-oseng mercon. Informasi awal yang kami terima, kalau sampai di lokasi jangan kaget kalau harus mengantre saat pesan masakan tersebut.
Benar saja, ketika kami datang ke lokasi tersebut pukul 21.00 suasana di warung oseng-oseng mercon Bu Narti masih ramai. Tempat parkir juga sangat penuh. Kami harus melewati warung itu, kira-kira 100 meter baru mendapatkan parkir kosong. Kemudian kami jalan kaki balik arah menuju lesehan oseng-oseng mercon Bu Narti.
Lokasi oseng-oseng mercon Bu Narti mengambil lahan di trotoar. Meja dan tempat duduk di bagian dalam sudah penuh. Sebagian pembeli mengambil lesehan di badan jalan. Sebagian lainnya, asal duduk saja tidak jauh dari warung tersebut.
Banyak menu yang yang ditawarkan. Tapi kami sepakat memesan oseng-oseng mercon semua. Sedari awal memang penasaran bagaimana cita rasa masakan tersebut. Setelah pesanan diterima, aroma cabai sangat begitu menyengat. Begitu daging sapi yang menjadi bahan utama oseng-oseng mercon sampai di mulut, rasa pedas langsung terasa di bibir dan lidah. Ampyuuuun dah.
Bagi yang tidak terbiasa dengan cita rasa pedas, siap-siap saja bakal banyak minum sebagai penawar. Asli pedasnya oseng-oseng mercon nggak ada lawannya. Mungkin ini bisa dikategorikan level 10. Karena saking pedasnya, nasi jadi cepat habis, sementara daging sapi yang dimasak oseng-osen mercon masih banyak tersisa. Saya menyerah. Saya harus kompromi dengan perut. Cukup perjuangan di mulut saja.
Selain menghadapi persoalan rasa pedas yang luar biasa, daging sapi oseng-oseng mercon lebih banyak mengandung lemak. Selama ini saya sudah bermasalah dengan lemak, tidak ingin menambah kandungan kolesterol lagi. Namun teman-teman yang penggemar pedas, mereka begitu lahapnya menyantap oseng-oseng mercon.