Mohon tunggu...
Anwar Effendi
Anwar Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mencari ujung langit

Sepi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Nasi Merah dan Karedok di Punclut

3 April 2020   08:03 Diperbarui: 3 April 2020   08:11 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sajian medu tradisional di Punclut sangat mengundang selera. | dokpri

Di Bandung, banyak nama-nama tempat yang dikenal singkatannya ketimbang aslinya. Ambil contoh, kawasan Suci, itu sebenarnya Surapati-Cicaheum. Ada yang menyebut Paskal, untuk Pasirkaliki. Kemudian Ciskid singkatan dari Cisaranteun Kidul. Kawasan Pasirpogor terdengar keren karena disebut Paspor. Jangan kaget juga kalau ujung kawasan Pasteur disebut Topas (Totogan/Ujung Pasteur).

Maka akan terasa asing, jika ada wisatawan akan diajak ke Puncak Ciumbuleuit. Pasti akan bertanya-tanya, di manakah? Padahal kawasan itu sangat terkenal. Warga Bandung, biasanya menyebut Puncak Ciumbuleuit dengan kata Punclut. Kalau sudah mendengar kata Punclut, pasti akan bilang oooohhh, mau ngajak makan ya?

Sekarang kawasan Punclut ditata secara besar-besaran. Setelah mengetahui jadi tempat kunjungan banyak orang, dibuatlah destinasi secara modern. Tempat nongkrong-nongkrong di sana, jadi lebih representatif. Setiap destinasi punya tema masing-masing. Pengunjung tinggal pilih mana yang lebih menarik ke hati.

Tapi sebenarnya, dulu kawasan Punclut berupa dataran tinggi yang masuk ke Kabupaten Bandung Barat. Jalan ke sana, bisa melewati Jalan Setiabhudi belok kiri langsung ke Ciumbuleuit. Atau dari arah Jalan Siliwangi belok kanan terus naik ke Ciumbuleuit.

Sajian medu tradisional di Punclut sangat mengundang selera. | dokpri
Sajian medu tradisional di Punclut sangat mengundang selera. | dokpri
Ketika memasuki kawasan Punclut, jalan agak mengecil. Kalau dari arah Bandung jalanan akan nanjak terus. Sementara dari arah Lembang, ada turunan kemudian ada tanjakan.

Sebelum menjadi kawasan wisata terpadu, Punclut sering dikunjungi warga Bandung yang menikmati pemandangan alam berupa lembah dan bukit. Di ketinggian Punclut juga bisa melihat Kota Bandung.

Biasanya Punclut sangat ramai di akhir pekan. Sabtu atau Minggu pagi banyak warga yang berolah raga ke kawasan tersebut. Keindahan alam di sana menjadi cerita dari mulut ke mulut. Keruan saja banyak yang penasaran dan mencoba berkunjung ke sana sambil olah raga.

Melihat perkembangan itu, warga setempat akhirnya mendirikan kedai-kedai yang menyediakan makanan dan minuman tradisional. Seolah gayung bersambut, warga setempat melihat peluang usaha, warga yang berkunjung ke Punclut pun butuh tempat istirahat sambil menikmati kudapan yang cocok.

Khusus di hari Minggu pagi, jalanan menuju kawasan Punclut ditutup. Kendaraan tidak bisa melintas ke kawasan tersebut. Dari ujung masuk ke kawasan Punclut, sudah penuh dengan pedagang yang menggelar lapak di Pasar Kaget. Pengunjung yang ingin menikmati makanan tradisional di kawasan Punclut harus jalan kaki (biasanya sekalian olah raga) dan 30 menit kemudian bisa memilih kedai yang cocok, sambil menikmati pemandangan indah menghijau.

Pengunjung yang membawa kendaraan, biasanya memarkirkan mobil atau motor di halaman rumah penduduk setempat. Atau bisa juga memanfaatkan lahan parkir di Rumah Sakit Salamun. Dari sana, bisa melihat-lihat dulu, barang dagangan yang dijajakan di Pasar Kaget. Banyak macam pedagang, ada penjual busana, makanan, sayuran sampai mainan anak.

Memang paling enak menikmati kawasan Punclut dengan jalan kaki. Jadi sebelum mencapai kedai-kedai yang menjual makanan berat, kita bisa menjumpai pedagang kue tradisional seperti serabi atau jagung bakar. Sambil berolah raga jalan kaki, menikmati cuaca yang yang masih dingin, pasti cocok hidangan serabi yang masih hangat dan jagung bakar yang kini punya aneka bumbu macam-macam.

Kawasan Punclut cocok untuk mengajak keluarga. | dokpri
Kawasan Punclut cocok untuk mengajak keluarga. | dokpri
Pengunjung yang datang pagi hari dan sambil olah raga, biasanya berasal dari komunitas atau kumpulan ibu-ibu pengajian/arisan. Tujuan akhir mereka memang ingin makan-makan dengan suasana berbeda. Makanan yang tersedia di kedai-kedai, merupakan menu masakan Sunda.

Nasi merah jadi menu utama. Pengelola kedai meyediakannya dalam bakul. Lauk pauknya bisa memilih ikan atau ayam, boleh digoreng bisa juga dibakar. Tersedia juga tahu dan tempe. Penggemar petai atau jengkol jangan khawatir, karena pasti ada.

Sayuran dan sambalnya lengkap. Yang mau karedok tinggal pesan. Semuanya disuguhkan dalam kondisi hangat. Kalau minuman, tersedia berbagai minuman ringan. Tapi minuman khas di sana berupa wedang bandrek. Wedang bandrek cocok diseruput di sana, karena bisa menghangatkan badan di cuaca dingin.

Cerita kedai yang menyuguhkan makanan tradisional di Punclut pun makin meluas. Jadi bukan yang hendak berolah raga saja yang berkunjung ke Punclut. Sebagian besar pengunjung, justru datang ke Punclut karena ingin langsung menikmati kuliner dan datang dengan membawa mobil dan motor.

Kesinikan pun, kawasan Punclut tidak ramai di pagi dan siang hari saja. Kawasan Punclut justru makin ramai sekalipun di malam hari. Hal ini, terkait makin banyaknya destinasi baru yang dibangun di sana. Biasanya yang datang malam hari ke sana, sebagian besar anak-anak muda. Mereka butuh tongkrongan baru, setelah bosan di pusat kota.

Nah, siapkan saja uang yang cukup. Sekarang banyak yang tersedia di kawasan Punclut.(Anwar Effendi)***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun