Aktivitas komunitas motor saat ini sangat terbatas. Sulit untuk kumpul-kumpul dan bepergian. Padahal sebelum ada kebijakan social distancing dan lockdown, ada saja agenda jalan-jalan ke tempat wisata tiap akhir pekan.
Beruntung sebelum adanya anjuran diam di rumah saja, anggota komunitas motor yang sebagian besar tinggal di Bandung sempat mewujudkan piknik ke Kawah Kamojang Garut. Jalur jalan yang dipilih, tidak melewati jalan nasional, tapi menggunakan jalur alternatif.
Ada maksud dengan menggunakan jalur alternatif. Pertama jika menggunakan jalur nasional, Cileunyi-Rancaekek-Garut-Samarang-Kamojang, selain sudah bosan juga sering terjadi kemacetan. Sementara kalau menggunakan jalur alternatif relatif sepi dan pasti lancar.
Alasan kedua, dengan menggunakan jalur alternatif, tiap peserta piknik bisa menikmati pemandangan alam yang indah. Kami memutuskan menggunakan jalur Bandung-Gedebage-Sapan-Jalan Babakan-Jalan Oma Anggawisastra-Jalan Patrol-Jalan Paseh-Ibun dan berakhir di Kamojang. Dengan melewati jalur tersebut, banyak menemui hamparan sawah dan suasana alam pedesaan.
Ada juga area yang untuk beristirahat, tapi tidak terlalu luas untuk memarkirkan kendaraan yang mesinnya sudah panas. Biasanya, pengendara motor dari arah Bandung, memilih istirahat dulu di lokasi itu. Tidak perlu buru-buru, karena Kawah Kamojang yang dituju sudah dekat.
Persiapkan pakaian yang bisa menghangatkan tubuh. Cuaca di kawasan Kamojang Garut sangat dingin. Bagi yang alergi bau belerang, bisa menggunakan masker. Bau belerang sudah tercium menyengat, mendekati pintu masuk objek wisata Kawah Kamojang.
Pada pos penjagaan tiap pengunjung diminta membayar tiket masuk Rp 7.500,00. Jalan menuju ke lokasi utama, relatif kecil. Di beberapa titik ada yang tidak mulus. Sampai di lahan parkir, biasanya pengunjung disambut tetesan kabut. Menambah suasana dingin.
Untuk berkunjung ke sejumlah kawah, biasanya wisatawan diantar seorang pemandu (kuncen). Dia menjelaskan nama-nama kawah yang ada di Kamojang berikut asal-usul penamaannya.
Seperti ada yang disebut Kawah Lokomotif. Bisa disebut demikian, karena dari kawah tersebut sering menimbulkan suara seperti bunyi lokomotif kereta uap. Demikian juga dengan penamaan Kawah Manuk (Burung). Kalau kita dengar secara seksama maka sering terdengar bunyi kicauan burung.
Untuk menarik pengunjung, sang kuncen biasanya beratraksi. Dia yang sudah bertahun-tahun menyatu dengan Kawah Kamojang, bisa mengarahkan arah uap yang muncul dari permukaan kawah. Di hadapan pengunjung, kuncen menggerakan tangan ke kanan, maka arah uap mengikuti ke kanan. Sebaliknya jika tangan diarahkan ke kiri, seolah mengikuti uap pun mengarah ke kiri.
Atraksi sang kuncen tidak berhenti di situ. Dia sudah menyiapkan telur ayam mentah, yang kemudian dicelupkan ke cairan yang bergolak di salah satu kawah. Cuma beberapa menit telur tersebut diangkat kembali dalam keadaan matang. Tidak berbahaya juga kalau tersebut dimakan.
Kunjungan favorit wisatawan pastinya di Kawah Hujan. Karena di area tersebut wisatawan bebas bisa bermain-main. Bahkan di lokasi itu, wisatawan bisa merasakan percikan-percikan air dari kawah seperti hujan dan tidak berbahaya. Seolah mandi sauna, walau kawasan Kamojang dingin, tapi di Kawah Hujan terasa hangat.
Menurut sang kuncen, Kawah Hujan sangat bagus untuk kesehatan. Untuk pernafasan akan terasa lancar. Cocok juga untuk melancarkan peredaran darah. Juga bagi penderita jantung dan stroke, dianjurkan untuk berkunjung ke lokasi ini sebagai terapi penyembuhan.
Kalau saja, percikan air Kawah Hujan bisa mematikan virus corona, ini sangat berguna sekali. Harusnya sih bisa, bukankah virus corona tidak bertahan di suhu yang panas?(Anwar Effendi)***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI