Mohon tunggu...
Anwar Effendi
Anwar Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mencari ujung langit

Sepi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ditinggal Sopir di Hutan Soeharto, Sungguh Mencekam

29 Maret 2020   12:04 Diperbarui: 29 Maret 2020   12:11 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di Tepian Sungai Mahakam--dokpri

Selalu ada pengalaman menarik setiap perjalanan ke luar kota. Termasuk saya saat ingin berkunjung ke Kalimantan Timur, tepatnya ke Kota Samarinda. Sebelum ke sana, saya sangat penasaran dengan Sungai Mahakam.

Berangkan dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng saya tiba di Bandara Sepinggan, Balikpapan. Untuk lanjut ke Samarinda harus menempuh perjalanan darat. Waktu itu belum ada kendaraan online. Tapi pas keluar dari bandara, sudah banyak sopir yang menawarkan jasa mengantarkan ke Samarinda.

Sudah menjadi kebiasaan saya selalu menawar. Ketika sopir taxi menawarkan harga Rp 250.000,00, akhirnya disepakati Rp 225.000,00. Perjalanan lanjut, saya memilih duduk di belakang karena ingin bersantai.

Dalam perjalanan saya berkenalan dengan sang sopir. Ternyata dia bukan asli orang Balikpapan atau Samarinda. Dia yang mengaku bernama Aris merupakan perantau dari Makassar. Sudah lama juga dia tinggal di Samarinda, sekitar 10 tahunan.

Kapal-kapal besar melintas di Sungai Mahakam--dokpri
Kapal-kapal besar melintas di Sungai Mahakam--dokpri
Pengalaman menarik, dimulai selepas perjalanan Kota Balikpapan dan kendaraan memasuki kawasan hutan bukit Soeharto. Lalu lintas kendaraan di kawasan itu cenderung sedikit dan di beberapa titik nyaris sepi.

Di antara rasa kantuk dan lelah, saya sempat dikagetkan adanya keramaian di kawasan hutan bukit Soeharto. Adanya bangunan besar dan lahan parkir yang luas. Banyak juga mobil yang berhenti sana.

Karena tidak sempat mengamati secara seksama dan mobil yang saya tumpangi terus melaju, jadilah bertanya kepada sopir.

"Bang Aris, tadi bangunan apa? Kelihatannya tadi juga banyak mobil yang berhenti di sana. Saya baru tahu, ternyata ada juga bangunan," tanya saya.

"Oh tadi, bang, yang di KM 50. Itu rumah makan Tahu Sumedang. Sudah terkenal kok. Kalau abang tidak buru-buru, lain kali bisa mampir di sana," jawab Aris.

"Tahu Sumedang, bang? Saya dari Bandung, agak aneh juga ada pengusaha Tahu Sumedang buka rumah makan di Kalimantan. Lokasinya di tengah hutan lagi," kata saya.

"Abang dari Bandung ya, berarti gak aneh dong sama tahu Sumedang. Bandung ke sumedang kan dekat ya," Bang Aris menyambung perkataan saya.

"Iya," jawab saya pendek dan terkantuk lagi.

Mampir ke Masjid Islamic Center Samarinda untuk shalat--dokpri
Mampir ke Masjid Islamic Center Samarinda untuk shalat--dokpri
Cuma berikutnya saya menghadapi pengalaman yang agak menyeramkan. Dalam rasa kantuk saya merasakan mobil menepi dan berhenti. Belum sempat saya buka mata, Bang Aris sudah keluar dan menutup mobil. Dia lantas menghilang dalam rerimbunan pohon.

Agak lama Bang Aris tidak nongol-nongol. Semula saya berpikir dia buang air kecil. Cuma setelah lama tidak kembali, saya mulai waswas. Mana saya tidak hafal kawasan itu. Saya berpikir keras, jangan-jangan ada niat jahat. Kalaupun mengincar kamera dan laptop saya, ya sudah ambil saja. Asal jangan lebih dari itu.

Ketika pikiran cemas saya mengalir semakin deras, Bang Aris nongol dari balik semak sambil memanggul setundun pisang. Dia lantas menyapa saya, "Sudah bangun, bang."

"Kita istirahat sebentar di sini. Makan pisang dulu. Kebetulan kalau beli pisang di sini harganya murah. Beli langsung ke petaninya," kata Bang Aris.

Plong sudah perasaan saya. Ternyata Bang Aris tidak seburuk yang saya bayangkan. Dia cuma mau istirahat dan menawarkan pisang kepada saya.

Saya cuma bilang ke Bang Aris, sesegera mungkin berangkat, melanjutkan perjalanan ke Samarinda, saya penasaran ingin melihat Sungai Mahakam. Bang Aris lantas mengiyakan.

Masjid Islamic Center Samarinda--dokpri
Masjid Islamic Center Samarinda--dokpri
SEtelah masuk Samarinda, di beberapa titik perjalanan terlihat perairan Sungai Mahakam. Puncaknya ketika hendak menyeberang Sungai Mahakam lewat Jembatan Mahkota. Agak aneh juga pikir saya, Sungai Mahakam yang begitu besarnya, ternyata jembatan tidak begitu luas. Hanya cukup untuk dua kendaran dari arah berlawanan.

Bang Aris memberitahu, biasanya taman-teman di sepanjang Sungai Mahakam ramainya kalau malam hari. Banyak muda mudi yang nongkrong. Tempat nongkrong itu biasa akrab disebut Tepian.

Sebelum mengambil foto kenang-kenangan di Tepian, saya menyempatkan diri mampir di Masjid Islamic Center Samarinda. Bangunannya sangat megah. Sangat mencolok di antara bangunan lainnya di kawasan itu.

Masjid Islamic Center Samarinda merupakan masjid terbesar di Kalimantan, luasnya mencapai  43.500 meter persegi. Yang mencolok dari bangunan itu, menara dan kubahnya dibangun dalam ukuran besar.

Usai shalat di Masjid Islamic Center, saya menyeberang jalan untuk menuju Tepian Sungai Mahakam. Benar dalam bayangan saya, Sungai Mahakam beda banget dengan sungai-sungai di Jawa. Sungai Mahakam seolah laut kecil, dimana kapal-kapal besar bisa melintas. Sore itu, sebelum ke penginapan saya benar-benar merasakan syahdunya berada di Tepian Mahakam.(Anwar Effendi)***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun