Waktu awal awal transportasi massal Moda Raya Terpadu (MRT) beroperasi, sebagai warga Bandung, saya ada rasa penasaran ingin mencobanya. Ketika hal itu disampaikan kepada keluarga, ternyata anak dan istri antusias mendukung. Bahkan istri meminta agar keluarga adiknya yang tinggal di Karawang sekalian diajak.
Setelah menemukan kata sepakat, dipastikan piknik murah meriah ke ibukota Jakarta, pemberangkatannya dari Karawang. Biar agak puas berlama-lama di Jakarta, disusun pemberangkatan seusai shalat Shubuh. Kita coba menghemat budget dengan cara piknik ala backpeckeran.
Pilihan pertama berangkat ke Jakarta dengan menggunakan kereta api. Didapat informasi ada kereta yang berangka ke Jakarta pagi hari, sekitar pukul 05.45. Nama keretanya KA Walahar. Tarif kereta tersebut sangat murah, cuma Rp 6.000,00.
Sampai di Stasiun Karawang, rombongan kita tiba last minute. Petugas di loket sempat memberi tahu agar kita cepat masuk ke pinggir lintasan karena KA Walahar sudah tiba dan akan berangkat.
Setengah tergesa-gesa, kita berlarian agar tidak tertinggal kereta. Karena jadwal kereta berikutnya datang lebih lama lagi. Betul saja, ketika kita sudah mendekati gerbong, KA Walahar mulai bergerak perlahan.
Keruan saja kita langsung berloncatan. Istri dan anak perempuan didahulukan. Menyusul kemudian kelompok laki-laki. Kita asal masuk gerbong saja dan selamat.Â
Dalam gerbong memang sudah penuh sesak penumpang. Maklum Stasiun Karawang bukan pemberangkatan awal KA Walahar, jadi semua gerbong sudah terisi oleh penumpang di stasiun sebelumnya.
Namun kondisi harus loncat ke gerbong yang mulai bergerak perlahan, kemudian tidak mendapatkan tempat duduk di KA Walahar, itu semua ada nilai positifnya, terutama untuk melatih anak-anak. Pertama mereka harus dibiasakan untuk survive dalam keadaan apapun. Minimal bisa membawa diri sendiri dan hindari sifat mengeluh.
Kedua, harus siap menerima apa yang terjadi. Semua harus disyukuri. Sesekali harus merasakan perjalanan yang seru. Ada merasakan tantangan. Tidak cuma duduk santai terus tertidur.
Alhamdulillah anak-anak tidak ada yang rewel, walau selama perjalanan KA Walahar mereka hanya duduk di lantai gerbong, tempat penumpang berjalan kaki. Sebagian lagi dari rombongan kami, mencari sela-sela pintu masuk dan sambungan antargebong. Semua terlihat happy.
Dalam gerbong, kami bisa membaca sebagian besar orang merupakan penumpang tetap/rutin KA Walahar. Walau mereka naik dari stasiun berbeda, namun sudah saling hafal, mungkin karena sering bertemu dalam KA Walahar. Mereka merupakan para pekerja yang mencari nafkah di Jakarta.
Kira-kira perjalanan sudah memakan waktu mendekati dua jam, KA Walahar tiba di Stasiun Senen Jakarta. Kami turun di stasiun tersebut untuk mencari sarapan. Di pintu keluar banyak pedagang yang mangkal. Kami pilih beli bubur ayam untuk mengisi perut.
Usai kenyang, kami melanjutkan rencana jalan-jalan sambil mencoba transportasi MRT. Namun kami tidak bisa langsung naik MRT, karena tidak ada pemberhentian MRT di kawasan Senen.Â
Kami naik moda transportasi lainnya dulu, yakni bus Trans Jakarta dengan rute, Senen-Lebakbulus. Kami menikmati perjalanan yang begitu panjang dari Senen ke Lebakbulus dengan hanya membayar Rp 3.500,00 per orang.
Saking perjalanan yang panjang, kami sempat terkantuk-kantuk. Penumpang naik turun silih berganti, kami masih bertahan karena tujuannya di pemberhentian terakhir Lebakbulus. Sengaja turun di Lebakbulus, karena stasiun pemberhentian pertama MRT ada di Lebakbulus.
Akhirnya kesampaian juga kami mencicipi MRT, sebagai transportasi manusia modern. Turun dari bus Trans Jakarta, kami menaiki tangga.Â
Masuk ruang pertama kami dihadapkan kesan Stasiun MRT Lebakbulus yang sangat megah dan bersih. Seusai menggesekan kartu e-money masing-masing, kami menyempatkan diri foto-foto di lokasi tersebut.
Cuek saja dengan orang-orang di sekeliling. Kami memang menempatkan diri sebagai orang kampung yang lagi piknik ke keramaian ibukota Jakarta. Setelah itu kami mengikuti arah petunjuk untuk mendekati gerbong MRT. Ada pemberitahun dari pengeras suara MRT akan tiba.
Karena ingin memuaskan diri dalam MRT, kami sengaja memilih turun di pemberhentian terakhir, yakni Stasiun Bunderan HI. Selama dalam gerbong MRT kami merasa nyaman dengan kondisi yang menyenangkan.
Sampai di Stasiun Bunderan HI, kami keluar ingin menikmati kemegahan Jakarta. Sempat berkeliling melihat taman air mancur di sana. Namun, tak terasa matahari sudah tepat berada di atas ubun-ubun kepala. Perut kembali terasa lapar karena masuk jam makan siang.
Akhirnya kami memutuskan kembali naik MRT di Stasiun Bunderan HI. Kali ini tujuannya ke Stasiun Blok M untuk mencari makan. Sebelum ke kedai makanan kami menyempatkan diri menunaikan shalat Dhuhur di mushola.
Usai santap siang, kami merencanakan balik lagi ke Karawang. Dari Blok M kami naik bus Trans Jakarta yang transit di Halte Stasiun Kota kemudian melanjutkan dengan jurusan Tanjung Priok. Kami menuju Tanjung Priok karena KA Walahar yang akan dinaiki berangkat awal di Tanjung Priok menuju Karawang. Kami masih punya waktu istirahat sambil menunggu kedatangan KA Walahar pukul 16.30.
Dalam perjalan pulang menuju Karawang di KA Walahar, kami merasa puas bisa jalan-jalan di ibukota dengan biaya murah. Bayangkan saja, tiket KA Walahar pergi pulang cuma 12.000,00 (sekali jalan Rp 6.000), naik bus Trans Jakarta Senen-Lebakbulus Rp 3.500,00.Â
Naik MRT Lebakbulus-Bunderan HI ongkosnya Rp 14.000,00. Lanjut naik MRT Bunderan HI-Blok M cuma Rp 7.000,00. Dari Blok M nasik bus Trans Jakarta transit Stasiun Kota lanjut Tanjung Priok hanya Rp 3.500,00.Â
Total biaya yang dikeluarkan per orang hanya Rp 40.000,00. Dengan uang sebesar itu, ternyata sudah kenyang jalan-jalan keliling ibukota Jakarta. Asyik kan. (Anwar Effendi)***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H