Ibu-ibu paling hobi jalan-jalan. Apalagi kalau mendengar sekalian menjajal kuliner. Semangat 45-nya langsung saja menggelegar. Demikian juga dengan ibu-ibu kumpulan arisan. Pokoknya berapa bulan sekali harus ada agenda piknik ke luar kota.
Ibu-ibu yang tergabung kelompok arisan RT 02 RW O9 Kelurahan Derwati ingin suasana kumpul-kumpul tidak monoton. Makanya mereka sering berencana pergi ke sejumlah objek wisata, sekalian membawa anggota keluarga.
Selain seputaran wilayah Bandung, tidak jarang juga melancong ke sejumlah kota tetangga. Mereka pernah ke Purwakarta, Subang, Sumedang, dan tentu saja Garut yang memiliki banyak potensi wisata. Jalan-jalan ke Garut pun dilakukan lebih dari sekali.
Terakhir yang menjadi tujuan kunjungan wisata, yakni Situ dan Candi Cangkuang. Dari Bandung, lokasi itu tidak terlalu jauh. Kalau lancar, perjalanan bisa ditempuh dengan waktu satu setengah jam.
Setelah menemukan alun-alun tersebut, rombongan belok ke kiri masuk ke jalan yang lebih kecil. Walau merupakan jalan kategori desa, kondisinya cukup bagus dan beraspal hotmix.
Perjalanan dari alun-alun Leles ke lokasi Situ Cangkuang kira-kira membutuhkan waktu 15 menit. Sampai di lokasi, tersedia tempat parkir yang luas. Tidak hanya mobil-mobil pribadi berukuran sedang, tapi lahan parkir juga bisa menampung kendaraan besar sekelas bus.
Wisatawan yang ingin beristirahat dulu, di sana buka sejumlah warung makanan/minuman. Atau yang ingin menunaikan ibadah shalat, ada masjid besar yang bersih dan terawat. Yang tidak membawa sarung atau mukena, di masjid tersebut sudah tersedia dan wisatwan bisa memakainya.
Ada perjalanan lanjutan yang lebih seru. Wisatawan akan menyeberangi danau dengan menggunakan rakit yang ukurannya cukup panjang. Tersedia banyak rakit penyewaan yang akan mengantarkan wisatawan ke kawasan Candi Cangkuang dan perkampungan adat Pulo.
Untuk menarik wisatawan, para pemilik rakit menghias kendaraan air itu dengan berbagai bentuk. Ada yang membuat bentuk hati di ujung rakit, sehingga wisatawan bisa foto-foto dulu. Walau namanya rakit, namut tempa duduk terlindung terlindung dari sengatan matahari.
Biaya perjalanan rakit dari pintu masuk menuju kawasan Candi Cangkuang Rp 5.000,00 per orang sekali angkut. Kalau pergi pulang berarti harus menyediakan uang Rp 10.000,00. Selama perjalanan di rakit, biasanya wisatawan dihibur oleh pengamen. Para pengamen sudah mengatur operasinya, jadi satu rakit cuma ada satu pengamen.
Jadi sambil menikmati perjalanan dengan rakit menyeberangi Situ Cangkuang, kita bisa bersenang-senang dengan pengamen. Boleh request lagi apa saja. Biar tambah ramai, saat pengamen bernyanyi, wisatawan bisa joget-joget.
"Iyalah kita terhibur dengan adanya pengamen. Tidak diam saja selama ada di rakit. Tadi lagunya enak, jadi gatal ingin joget. Eh pas saya joget yang lain jadi ikutan. Makin ramai saja suasana di rakit ini," kata Ibu Kartini Herawati.
Sampai di lokasi pendaratan, wisatawan tidak bisa langsung menuju Candi Cangkuang. Trek perjalanan dibuat melingkar, sehingga wisatawan bisa melewati warung-warung pedagang yang menjual cenderamata. Yang tidak membawa perbekalan, di sana juga tersedia penjual makanan/minuman.
Di lokasi terakhir, wisataan bisa menemukan kawasan Candi Cangkuang. Candi Hindu yang berada di Jawa Barat ini, bangunannya cuma ada satu dan tidak terlalu besar. Tidak butuh waktu terlalu lama, untuk mengelilingi candi tersebut.
Di area candi bisa ditemukan tempat untuk istirahat. Tersedia juga penyewaan tikar jika rombongan wisatawan ingin melakukan makan bersama (botram). Suasananya enak, karena banyak pohon-pohon besar. Cuacanya jadi terasa sejuk.
Selama di kawasan Candi Cangkuang wisatawan bisa sepuasnya menikmati liburan dan hati riang. Pengunjung ke lokasi tersebut sebagian besar wisatawan lokal. Kecuali pada musim liburan, jumlah wisatawan berkali lipat bertambahnya. Bukan saja dari daerah Priangan dan Bandung, tapi juga ada dari Jakarta dan daerah perbatasan Jawa Tengah.
Nah untuk wisatawan yang berniat pulang kembali, harus mengingat rakit pertama yang mengantar. Jadi tidak bisa sembarang naik rakit yang bersandar. Wisatawan harus naik dengan rakit yang sama. Seperti biasa, perjalanan pulang menaiki rakit, ibu-ibu kembali merasa terhibur oleh pengamen. Akhirnya....tak nahan untuk joget lagi.(Anwar Effendi)***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H