Bandung sepi. Jalanan yang biasa macet, sekarang lengang. Termasuk Jalan Asia Afrika yang ada di jantung kota, sedikit saja kendaraan yang melintas.
Imbauan untuk tidak berkumpul, terasa sekali. Kawasan Gedung Merdeka, Taman Sungai Cikapundung, hingga alun-alun Kota Bandung tidak ada kerumunan orang.
Pada hari-hari sebelum informasi penyebaran virus corona merebak, tempat-tempat itu selalu ramai. Banyak wisatawan lokal dan dari luar kota, berkerumun sepanjang trotoar Jalan Asia Afrika. Ada yang sekadar duduk-duduk di beberapa kursi yang tersedia, ada juga yang bermain-main di alun-alun.
Bahkan "hantu-hantu" yang ngumpul dan bergentayangan sepanjang trotoar di lokasi tersebut kini menghilang. Biasanya "hantu" tanpa kepala, "hantu" berkepala tiga, sundel bolong, kuntilanak, vampire, si manis jembatan cikapundung, hingga nenek sihir berseliweran di sana.
social distancing membuat sejumlah hantu yang sebenarnya cosplay tersebut bubar semua. Bukan hanya cosplay hantu saja yang menghilang, semua cosplay yang berwujud super hero, tokoh kartun, hingga atraksi sulap tidak tampak menghibur.
PemberlakuanBisa dibilang berubah 180 derajat. Kawasan yang semula ramai jadi sepi senyap. Tidak ada parkir bus yang mengangkut rombongan anak sekolah. Tidak ada kendaraan dengan nomor polisi luar kota membawa wisatawan luar kota. Sedikitnya kendaraan, membuat pejalan kaki mudah untuk menyeberang di Jalan Asia Afrika.
Penjual asongan yang biasanya agresif menawarkan dagangan ke wisatawan tak terlihat. Tak tampak pedagang minuman. Tak juga ditemui pedagang makanan ringan. Demikian juga pedagang rokok dan aksesoris tak muncul. Kesannya ada pembersihan di kawasan wisata itu.
Di jalan kecil kawasan Asia Afrika juga nyaris tanpa pedagang kaki lima. Seperti di Jalan Homann, biasanya di tempat itu sejak pagi sudah banyak yang mangkal. Sekarang cuma sebagian saja yang bertahan dan itu pun sepi dari pembeli.
Di antara pedagang yang memilih meliburkan diri, yakni penjual soto madura, nasi kuning, bubur ayam, siomay, dan ayam geprek. Sedangkan yang masih mangkal, pedagang bakso malang, batagor dan gerobak rokok.
Hal yang sama terjadi di kawasan alun-alun Kota Bandung. Selain sepi dari pengunjung dan pedagang, kendaraan umum yang mangkal di halte alun-alun juga sangat sedikit. Padahal di hari-hari biasa tempat itu menjadi pusat kemacetan. Petugas Dinas Perhubungan (Dishud) dan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terlihat santai mengawasi situasi sekitar.
Hal yang baru terlihat di kawasan itu, adalah upaya sejumlah kantor dalam mengantisipasi penyebaran virus corona. Baik kantor pemerintahan, BUMN, maupun perusahaan swasta sudah meliburkan sebagian karyawannya. Kebijakan yang diambil, yakni boleh kerja di rumah.
Beberapa kantor juga menyediakan tempat cuci tangan di halaman depan. Jadi tamu atau pengunjung yang hendak masuk, disarankan untuk mencuci tangan dulu, lengkap dengan sabun antikuman.
Memang ada yang terpukul dengan kebijakan untuk tidak berkumpul dan bepergian. Sektor wisata jelas diminta tiarap dulu. Tidak ada lalu lintas wisatawan. Perputaran uang di sektor ini turun drastis.
Usaha di kelas bawah pun ikut terancam. Pedagang asongan sulit untuk mendapat pemasukan. Pedagang kaki lima juga akan sepi pembeli. Termasuk usaha kreatif semacam jasa potret bersama cosplay, terhenti sementara.
Wawan yang biasa mengenakan cosplay dan mangkal di kawasan Asia Afrika menghibur wisatawan sedikit kecewa. Imbauan untuk tidak berkerumun di kawasan itu membuat dirinya menganggur. Padahal yang menggantungkan hidupnya dari usaha cosplay jumlahnya ada puluhan.
"Tapi mau bagaimana lagi. Sekarang kan sudah ramai soal virus corona. Semua juga takut. Mungkin saja penyebaran bisa terjadi di kawasan wisata. Saya sih berharap bisa segera teratasi dan kehidupan kita normal kembali," kata Wawan.
Wawan pun tak menampik jika dirinya dan kawan-kawan tetap mangkal dengan menawarkan jasa foto bareng cosplay, hasilnya akan mubazir. "Lagi pula di kawasan itu sudah sepi. Percuma saja kita ada di sana. Siapa yang mau foto bareng sama kita," tambahnya.
Sementara Haji Romli pedagang soto madura, lebih cepat mengambil keputusan untuk tidak berjualan. Menurut dia, selama ini pelangannya merupakan karyawan sejumlah kantor di kawasan Asia Afrika. Jika kemudian kantor memberlakukan kerja di rumah, maka tidak ada karyawan yang mau makan di tempatnya.
"Ya, mungkin selama dua minggu saya tidak jualan dulu. Santai sama keluarga di rumah. Rezeki sih sudah ada yang mengatur. Ini juga untuk kebaikan semua," ujarnya.(Anwar Effendi)***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H