Kebijakan social distancing memastikan kegiatan belajar mengajar libur. Tidak ada aktivitas di sekolah dan kampus. Murid dari tingkat PAUD sampai SMA belajar di rumah. Demikian juga mahasiswa, tidak ada perkuliahan.
Dampak libur sekolah tidak hanya dirasakan guru dan murid. Di tingkat taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD), ada pihak lain yang ikut terdampak dari kebijakan belajar di rumah.
Profesi yang terdampak akibat libur sekolah, yakni sopir antar jemput siswa. Praktis mereka mengistirahatkan mobil atau motor yang biasa digunakan sehari-hari. Selama 14 hari, ada sopir yang merasa senang, tapi ada juga yang masih galau.
Sopir antar jemput siswa SD Rancaloa, Pepen mengaku antara senang dan tidak saat ada kebijakan sekolah meliburkan kegiatan belajar. Di sisi senang, dirinya bisa istirahat dari rutinitas sehari-hari. Waktu senggangnya pun bisa dipakai untuk maintenance kendaraan.
"Biasanya ada saja masalah pada kendaraan. Sekarang bisa mengecek dan memperbaiki jika ditemukan onderdil-onderdil yang perlu diganti. Kalau mobil dalam keadaan fit, bisa memberikan kenyamanan pada siswa," ujar Pepen.
Tapi Pepen pun merasa galau jika harus menghadapi orangtua siswa yang agak rewel. Memang untuk iuran bulanan biaya antar jemput, sebagian orangtua membayar di muka. Jadi tidak masalah atau artinya pendapatan tidak berkurang walaupun kegiatan belajar diliburkan.
Untuk biaya antar jemput siswa di SD Rancaloa, Pepen memberlakukan tarif termurah Rp 120.000 higga Rp 300.000. Iuran bulanan yang berbeda-beda itu, tergantung jarak siswa yang diantar dan dijemput dari rumah ke sekolah. Semakin jauh jaraknya maka biaya pun bertambah.
Kegalauan yang sama dirasakan sopir antar jemput siswa SD Cisaranteun Kidul, Aep Sutia. Menurut Aep, harusnya orangtua siswa menyadari, kalau libur belajar bukan keinginan dari para sopir. Kondisi itu diambil sebagai kebijakan yang mendadak.
"Tidak etis juga kalau sudah bayar iuran kemudian diminta lagi. Tapi tetap saja kadang ada ibu-ibu yang merengek-rengek. Kalau sudah begini urusannya jadi susah. Saya juga jadi bingung," tutur Aep.
Selain menghadapi ibu-ibu yang rewel, lanjut Aep, usaha mobil antar jemput siswa kini menghadapi persaingan usaha sejenis tapi menggunakan motor. Uniknya lagi pelaku usaha antar jemput siswa dengan menggunakan motor, dulunya justru menitipkan anaknya pada antar jemput mobil.
Aep mengungkapkan, jumlah pelaku usaha antar jemput siswa dengan motor belakangan makin banyak. Kondisi itu otomatis berdampak pada pengurangan pendapatan sopir antar jemput siswa yang menggunakan mobil.
"Sebenarnya antar jemput siswa lebih aman menggunakan mobil. Apalagi kalau musim hujan, siswa diantar dan dijemput lebih nyaman pakai mobil," tegas Aep.(Anwar Effendi)***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H