Mohon tunggu...
Herman RN
Herman RN Mohon Tunggu... -

Menyukai buku, terutama budaya dan sastra. Masih belajar menulis dan terus belajar serta belajar terus.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pesan yang Tak Sempat Terkirimkan

19 April 2010   03:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kau sungguh-sungguh, Upik?" tanya Buyung, berusaha menguatkan hatinya yang kian tercabik.

"Kita hanya dapat berdoa, Buyung. Jangan terlalu larut dalam masalah tak penting ini. Ingat, tugas kita hanya berdoa, Tuhan yang menentukan."

"Aku selalu berdoa, Upik. Tapi, apa guna doaku jika berlainan dengan doamu? Apakah Tuhan akan mengabulkan semua doa hamba-Nya? Jika demikian, bagaimana dengan doa kita yang bertentangan? Aku mendoakan dirimu agar ikhlas menerimaku, sedangkan kau berdoa agar aku dapat melupakanmu. Doa mana yang harus dikabulkan Tuhan?"

Upik diam. Buyung juga. Malam merangkak perlahan. "Jika tugas kita adalah berdoa, apakah tugas Tuhan mengabulkan setiap doa hamba-Nya? Bagaimana dengan doa kita, Upik?" lanjut Buyung kemudian.

Lama setelah itu mereka saling diam. Buyung memperhatikan layar monitor komputernya. Selepas tiga puluh menit kemudian, ia tulis sebuah pesan, "Baiklah, aku akan lakukan seperti yang kauharapkan. Mungkin setelah kaubaca pesan ini, kau pun cukup berikan jawaban dengan diam. Sungguh, selama ini aku tak pernah mengerti arti sebuah penantian dan makna sebuah harapan. Maka setelah ini jelaskan saja dengan diam."

Buyung berhenti sejenak menulis pesannya. Ia tarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan tulisan. "Wahai kau yang sejak dulu tak pernah kusapa kekasih tetapi kau sangat tahu bahwa aku amat kasih, terlalu lama kau lepaskan aku serupa layang-layang, sedangkan benangnya ada pada genggamanmu. Inilah kelemahanku selama ini yang kututupi dan sempat kusadari. Sekali lagi maka, setelah ini jelaskanlah dengan diam, karena aku akan berusaha melupakanmu walau itu menyalahi janjiku dengan Tuhan yang sempat kuucap suatu waktu sewindu lalu. Aku akan belajar seperti inginmu, yakni melupakanmu dan menghentikan doaku, tetapi aku akan terus mengamini doamu. Akhirukalam kulisankan syukran, jazakumullahu khairan..."

Buyung menutup pesannya dengan tanpa ucapan wassalam, semana biasa ia lakukan. Sialnya, belum sempat pesan itu dikirimkan, listrik di rumahnya tiba-tiba padam yang ia ketahui kemudian PLN sengaja memutuskan arus karena tetangga Buyung sudah menunggak rekening tiga bulan.

Cerpen Herman RN[sumber: Serambi Indonesia, 18 April 2010]

Jeulingke, 10 April 2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun