Mohon tunggu...
Herman RN
Herman RN Mohon Tunggu... -

Menyukai buku, terutama budaya dan sastra. Masih belajar menulis dan terus belajar serta belajar terus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Yang Pergi di Musim Damai

27 Maret 2010   07:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:10 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Herman RN

Aku cari engkau saudaraku

yang sudah lama tidak kembali

Apakah musim badai tanah rencong ini

telah mendekapmu di penjara-penjara rahasia?

(Sajak “Yang Hilang di Musim Badai, A.A. Manggeng)

Semalam, kuterima kembali pesan yang sama serupa sebulan silam melalui telepon genggam tentang kau yang kritis keadaan sehingga dipatutkan pindah ranjang dari “istana” kesukaan ke rumah sakit kemegahan kota kita dengan “geurutee” nama ruangan.

Semalam, membuncah darah disusul peluh gundah sembari berharap kita masih dapat saling bertatap agar dapat kuucap kata maaf atas silap pada masa lalu oleh akibat sebuah cerpenku yang singkat dan telah dimuat di media hebat kampung kita pada Maret 2008 lewat.

Dua tahun silam, karena cerpen tersebut engkau sempat kalut, sedangkan aku kian dibalut rasa takut apalagi usai mendengar kabar dari kawan yang kautelepon suatu malam selepas cerpen itu jadi perbincangan dan si kawan meberitahukan bahwa aku sebagai murid mulai pintar menjadi lawan terhadap guru yang lama jadi pualam padahal sesungguhnya aku tak pernah bermaksud durhaka, tapi sesal sudah di kepala, sedangkan menatapmu saja aku tak punya muka sebagai tanda betapa hati ini begitu cinta dan dosaku kian terasa membahana selepas bukti nyata bahwa kita memang tak mungkin lagi dapat bersua kecuali mungkin nanti di yaumil mahsya pada hari akhir masa.

Kini, kau telah tenang di pembaringan lain dan aku yang tinggal semakin merasa asing hidup dalam sesak batin sembari memanjatkan ingin pada Rabbul ‘alamin agar kau—guruku—mendapatkan tempat paling sempurna dengan kawalan malaikat pada sekeliling.

Kini,aku dan mereka tak perlu lagi menanti, pun tak patut mencari lagi sajak-sajak baru yang kautores penuh kontemplasi seperti hari-hari lalu, saat-saat kau masih bersama kami, dengan penuh canda dan selalu memberi motivasi.

Dulu, lewat barisan puisi kau mengajarkan aku mengenali diri dan memahami makna hidup ini sehingga untuk sekali lagi kupatutkan tak mungkin aku mengurangajari diri padamu yang telah banyak berbagi tentang lika-liku hidup ini, terutama atas nama menulis lepas dan membuat puisi.

Kini, aku hanya punya doa yang dapat mengiring kepergianmu dalam beku waktu sembari menunggu kami yang masih mediwana di kampung pilu selepas musim hujan peluru yang diubah jadi musim bangunan dari batu-batu, yang telah mencampakkan identitas rumah kita yang lama berupa kayu sejak masa indatu.

Kini, aku dan mereka para sahabat-sahabatmu takkan lagi mencarimu bukan karena musim badai telah usai, melainkan karena musim damai yang telah kausemai dan doaku semoga permai.

“Suara tak selalu jadi kata Saudaraku,” demikian sajakmu dan serupa bait kedua dalam ‘Yang Hilang di Musim Badai’ itu, begitu pula hatiku yang telah terpastikan pada sanubari atas kepergianmu yang tak mungkin kami lepas dengan menyembunyikan air mata dan haru syahdu.

Selamat jalan, guru, sahabat, sekaligus kakandaku: hujan dan cahaya kunang-kunang memberi isyarat duka cita atas kepergianmu* dan aku tidak akan menguburkan kebenaran hanya karena penyesalan walau belum kudapatkan mencium jemarimu, karena kumafhum kau telah bersama malaikat-malaikat Tuhan dan kepada kami yang kautitipkan, doa serta perjuangan belum akan kami selesaikan walau musim badai telah tergantikan.

*bunyi sebaris sajak A.A Manggeng

Penulis, alumni Sekolah Menulis Dokarim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun