yang alim disuruh membaca kitab
yang bangsat disuruh jaga kuda
yang gesit disuruh bepergian
yang bijak disuruh bertutur kata'
Hadih maja tersebut jelas menegaskan bahwa "berikan sesuatu sesuai kepada ahlinya" dengan kata lain "letakkan sesuatu sesuai tempatnya". sebenarnya kekokohan kearifan orang Aceh dalam memberikan kepercayaan kepada sesuatu sesuai ahlinya banyak dinukilkan lewat hadih maja yang kemudian menjadi ‘pondasi filosofis' ureueng Aceh.
Jauh sebelumnya sudah ditegaskan bahwa urusan agama bagi masyarakat Aceh sudah diserahkan kepada ulama, urusan adat kepada pemerintahan, urusan qanun kepada permaisuri raja, dan urusan kebiasaan kepada lakseumana. Hal ini secara tegas menjadi filosofisnya masyarakat Aceh yang melekat pada hadih maja adat bak Poteu Meureuhôm, hukôm bak Syiah Kuala, kanun bak Putroe Phang, reusam bah Lakseumana/ Bintara.
Jika segala urusan sudah diserahkan kepada ahlinya, bangsa akan makmur, masyarakat hidup tenteram, dan perekonomian pun lancar. Inilah sebenarnya yang diterapkan Iskandar Muda pada masa pemerintahannya sehingga Aceh kala itu menggapai kegemilangannya.
Masa pemerintahan Iskandar Muda jelas persoalan gampông diserahkan kepada imum mukim yang membawahi gampông-gampông dalam kemukiman tersebut. Urusan hubungan kerjaan dengan masyarakat dikelola oleh ulèe balang. Masyarakat hidup rukun damai, perekonomian pun lancar. Sungguh, kemukiman yang berdaulat pada masa itu sesuai penegasan hadih maja adat mukim peusahoe gampông, panglima kawôm nyang atô rakyat, adat sagoe beusahoe lam nanggroe, makmu nanggroe rakyat seujahtra ‘adat mukim kumpulkan kampong, panglima kaum yang atur rakyat, adat segi berkumpul dalam kampong, makmur kampung rakyat sejahtra'.
[Oleh Herman RN]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H