Mohon tunggu...
Herman RN
Herman RN Mohon Tunggu... -

Menyukai buku, terutama budaya dan sastra. Masih belajar menulis dan terus belajar serta belajar terus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Luruskan Niat dan Maksud!

1 Januari 2010   08:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:40 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Herman RN

Adalah sebuah keniscayaan sesiapa menduduki kursi panas di parlemen. Tak mustahil parelemen-parlemen di Aceh saat ini diisi oleh mereka yang dulunya dianggap sebagai kombatan. Dapat dipastikan kursi dewan di seluruh daerah tingkat II di Aceh lebih dari 50% diisi oleh mereka yang dari Partai Aceh (PA). Hal ini merupakan sebuah ‘mukjizat’ baru di negeri laboratorium dunia ini; Aceh.

Banyak harapan yang diucapkan oleh masyarakat kepada anggota parlemen yang baru. Selain itu, beberapa masyarakat menyebutkan pula rasa pesimisnya terhadap pembangunan Aceh ke depan. Namun demikian, beberapa di antaranya malah mengaku Aceh ke depan akan lebih baik karena keberadaan kombatan menjadi anggota dewan, terutama untuk memperjuangkan yang menjadi aspirasi rakyat dengan dalih mereka yang duduk di parlemen tersebut sebagian besar dari masyarakat biasa dan pengelana dalam rimba raya, sebelumnya.

Ungkapan pesimistis memang terdengar sumbang, seolah menyebutkan pengelolaan anggaran nantinya tidak merata. Mengacu pada kearifan lokal yang sudah kita miliki bertahun-tahun, sikap pesimistis dapat dinafikan melalui petuah lisan meunyo teupat niet ngon kasad, laôt darat Tuhan peulara ‘jika lurus niat dan maksud, darat dan laut Tuhan pelihara’. Hadih maja tersebut menjelaskan bahwa semua yang akan kita lakukan berdasarkan niat dan maksud. Jika niat di hati baik dan memiliki maksud yang baik pula, niscaya akan muncul kebaikan.

Makna universal yang terkandung dalam pepatah bijak itu bukan hanya ditujukan pada sejumlah orang yang memiliki prasangka pesimistis, tetapi juga dapat ditujukan kepada anggota dewan sendiri. Jelas maksud hadih maja itu agar setiap orang perlu membawa diri dalam pergaulan di mana saja dia berada. Jangan setelah menjadi pemimpin, kawan seperjuangan di rimba dulu dilupakan. Jangan setelah duduk di kursi dewan, masyarakat kampung sendiri tak diingat. Bahwa hari ini ‘kita’ bisa duduk di kursi panas tersebut karena pilihan rakyat, tak dapat dinafikan. Rakyatlah yang membuat seseorang itu menjadi pemimpin, menjadi anggota dewan, dan yang duduk “di atas” tersebut sesungguhnya berasal dari rakyat pula. Jadi, bukan partai yang membuat seseorang menjadi anggota dewan. Partai hanya mobilitas mencapai ke sana, sedangkan suara yang menentukan layak atau tidaknya seseorang sebagai anggota dewan adalah suara rakyat.

Sekali lagi, semua itu berlandaskan pada niat semula sehingga tercapailah maksud dan tujuan. Jika niat dan maksud sudah diluruskan sejak awal, dalam mitologi ureueng Aceh, orang tersebut diyakini akan selalu dilindungi oleh Tuhan, walaupun kiri-kanan banyak godaan.

Masih dalam kearifan lokal yang sudah hidup berabad silam, sebuah hadih maja menuturkan: Ôn balék baloe, ôn panjoe tasumpai plôk. Geutanyo sabé keudroe-droe, peu pasai tameuantôk ‘Daun balek baloe, daun kapas penyumpal kaleng. Kita sesama kita, apa pasal harus berkelahi’. Tegas sekali maksud hadih maja ini bahwa yang memilih mereka jadi pemimpin dan anggota dewan adalah masyarakat. Sangat tak baik jika yang memilih dan yang dipilih saling tuding apalagi sampai berkelahi. Jika kita sesama kita sudah saling hujat, pasti orang lain yang akan senang. Hal ini senada dengan bunyi tameupaké sabé keudroe-droe, ureueng laén pok-pok jaroe ‘kita berkelahi sesama kita, orang lain yang tepuk tangan’.

Untuk itu, kembali pada niat dan maksud sebagaimana sudah disitir hadih maja di atas. Dalam hadis nabi pun disebutkan “semuanya berdasarkan niat”. Kalau niat sudah lurus, rakyat pun tak perlu lagi pesimis apalagi sampai menyebar fitnah. Tapula bugak ateuh beunteung, beunteung mantoeng bugak hana le. Tapula guna ateuh ureueng, ureueng mantoeng guna hana le. Ini yang mesti dihindari oleh anggota dewan. Jangan sampai hadih maja ini dilekatkan pada Anda!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun