Mohon tunggu...
Julian Reza
Julian Reza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Membangun CSR yang Berkualitas

9 April 2018   17:28 Diperbarui: 9 April 2018   17:39 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Corporate Social Responsibility ( CSR ) merupakan sebuah bentuk kontribusi dari pelaku usaha kepada masyarakat yang memiliki kaitan dengan kegiatan usaha mereka, mulai dari lokasi sumber bahan baku, lokasi produksi, proses kerja hingga proses distribusinya ketangan konsumen.

Semua bidang kerja tersebut dapat tersentuh oleh program CSR. Akan tetapi semua bidang kerja tersebut juga diisi oleh elemen masyarakat yang berbeda -- beda latar belakang dan kepentingan atau kebutuhannya. Seringkali bagi pelaku usaha, cara termudah untuk melaksanakan CSR yang diperuntukkan bagi golongan masyarakat yang beragam tersebut adalah dengan menyeragamkannya saja.

Penyeragaman itulah yang biasanya berwujud filantropi alias sumbangan. Terlepas dari keberagaman latar belakang dan kebutuhan serta kepentingan dari semua stakeholder, filantropi menyeragamkan bentuk CSR seakan semuanya dapat selesai dengan cara yang sama. 

Pembangunan saluran air, gedung pemerintah,sekolah,  taman, sunatan massal menjadi bentuk filantropi yang umum dilakukan dan diklaim sebagai CSR oleh perusahaan. Akan tetapi apakah semua hal tersebut benar -- benar menjadi berguna untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat atau serta mengembangkan taraf hidup mereka? Apakah pembangunan saluran air menjadi lebih berguna manakalah industri membuang limbahnya ke sungai yang justru menjadi sumber air yang akan melewati saluran tersebut? Apakah pembangunan gedung pemerintahan tepat guna manakala pemerintah sendiri sudah memiliki dana APBD yang sebagian besarnya dialokasikan justru untuk belanja rutin yang juga mencangkup penyelenggaraan fasilitas pemerintahan?   Apakah pembangunan gedung sekolah atau klinik sudah mencukupi manakala guru dan dokternya tidak tersedia? Apakah dengan sunatan massal maka permasalahan sosial ekonomi masyarakat sudah dapat diselesaikan?

CSR seharusnya bukanlah sekedar pemberian cuma -- cuma semacam itu. Untuk itu maka sebelum melancarkan CSR perlu dilakukan assessment terlebih dahulu. Perusahaan harus merangkul komunitas lokal ( LSM serta pemerintahan lokal ) untuk mengetahui permasalahan atau kebutuhan masyarakat yang dapat dibantu pemenuhannya oleh perusahaan. Hal tersebut umumnya sudah dilakukan oleh para penggiat CSR, tetapi satu lagi assessment yang perlu dilakukan adalah berkaitan dengan pengembangan potensi lokal. 

Dalam kasus perusahaan tambang atau perkebunan besar, potensi lokal justru kerap tidak diperhatikan sehingga menjadi berbenturan dengan strategi bisnis perusahaan. Sebagai contoh, areal sawah, hutan atau perkebunan yang tadinya berpotensi untuk dikembangkan oleh masyarakat sekitar untuk menghasilkan nilai guna yang lebih tinggi justru diserobot untuk perluasan usaha. Padahal di areal seperti itulah seharusnya CSR diberdayakan. Assessmentberkaitan dengan pengembangan potensi lokal juga menjadi penting untuk menghasilkan kemandirian dari masyarakat untuk mengembangkan perekonomiannya manakala kegiatan CSR berakhir.

Setelah assessment tersebut dilakukan, maka kini saatnya membangun strategi CSR yang tepat untuk diimplementasikan. Untuk itu maka pelaku usaha harus membangun CSR dengan berdasarkan setidaknya pada tiga prinsip yang dapat menjadkan CSR tersebut tepat guna bagi masyarakat. 

Pertama, CSR haruslah berdampak secara jangka panjang. Artinya CSR akan terus terasa dampak bahkan setelah programnya berakhir dan itu berarti CSR haruslah menghasilkan kemandirian. 

Melalui assessment potensi lokal maka dapat dilihat apa yang patut dikembangkan di lingkungan sekitar masyarakat, baik itu lokasi tempat tinggalnya atau hasil alam yang bisa dihasilkan dari sana. Kalau masyarakat lokal bermata pencaharian sebagai petani maka CSR dapat berbentuk penyuluhan pertanian yang berisi informasi mengenai potensi produk, kebutuhan yang dapat dipenuhi dan proses perawatan tanaman serta pelatihan untuk menghasilkan bibit dan pupuk yang baik. 

Selain itu perlu juga diadakan kerjasama yang dirintis oleh perusahaan dengan perusahaan lain yang bergerak dibidang retail untuk memasarkan produk pertanian binaan dari CSR tersebut. Khusus untuk hal terakhir, forum kerjasama semacam KADIN dapat menjadi sarana untuk memperjuangkan akses pasar bagi produk -- produk binaan CSR antar-perusahaan. Dengan membangun program CSR dari hulu ke hilir ini maka diharapkan produksi pertanian masyarakat semakin meningkat, kualitas ( yang begitu juga berarti daya saingnya ) meningkat serta akses pasarnya menjadi jelas. Harapannya jika program CSR berakhir maka produk pertanian binaan CSR ini dapat berkembang secara mandiri dan akses pasarnya juga dapat diperoleh secara mandiri berkat peningkatan daya saingnya tersebut.

 Kedua, program CSR haruslah berdampak luas. Untuk itu program CSR haruslah memiliki multiplier effect, artinya jika suatu masyarakat disuatu daerah memperoleh program CSR maka, masyarakat tersebut akan mengembangkan manfaatnya ke masyarakat di daerah sekitarnya dan begitu seterusnya. Sebagai contoh, jika suatu program CSR berwujud pengembangan produk pertanian seperti pada contoh diatas, maka daerah sekitarnya dapat berperan sebagai pasar untuk menyerap produk pertanian tersebut atau memperoleh keuntungan dari pengembangan bibit lokal yang dapat digunakan untuk mengembangkan produk pertanian mereka sendiri. 

Pada intinya, jika pendapatan masyarakat yang terdampak program CSR meningkat, kebutuhan mereka yang semakin besar dapat dipenuhi oleh lingkungan sekitar yang tidak menikmati program CSR sehingga lingkungan sekitar yang mensuplai peningkatan kebutuhan tersebut pada gilirannya juga akan menikmati peningkatan pendapatan.

Ketiga, program CSR haruslah berdampak langsung bagi pemberi dan penerimanya. Saat ini yang sering didengungkan adalah bahwa program CSR hanya berdampak langsung bagi penerima tapi tidak bagi pemberi. 

Pemberi harus puas dengan kenyataan bahwa yang berdampak langsung adalah pengeluaran anggaran mereka untuk mendanai CSR tapi manfaatnya tidak langsung terasa. Manfaatnya baru dapat dirasakan -- misalnya -- jika ada konflik dimana masyarakat dapat dikooptasi melalui pemanfaatan CSR tersebut. Sebaiknya bukan seperti itu yang menjadi tujuan CSR. Sebagai contoh, mengembangkan potensi lokal untuk menjadikan masyarakat sebagai supplier bahan baku yang dibutuhkan oleh industri juga dapat memberikan manfaat langsung karena bahan baku dari lingkungan sekitar dapat mengurangi biaya logistik. 

Bagi perusahaan seperti pertambangan dimana karyawan tinggal dilingkungan operasional perusahaan, masyarakat sekitar dapat berperan sebagai supplier kebutuhan sehari -- hari dan jika hal ini diberdayakan, maka pangsa pasar masyarakat juga akan meluas, tidak lagi hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan karyawan perusahaan saja. Adapun bagi perusahaan, hal ini akan mempermudah upaya pengadaan kebutuhan sehari -- hari karena dapat mengurangi rantai distribusinya.    

Secara umum, CSR haruslah dapat dikembangkan sesuai dengan potensi lokal dan dalam pelaksanaannya, CSR haruslah tepat guna sehingga pada akhirnya masyarakat dapat semakin mandiri dan dapat hidup berdampingan dalam simbiosis mutualisme dengan perusahaan atau industri yang ada disekitar mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun