Kini gelombang efisiensi  terjadi lagi dengan ciri dominannya, yaitu semakin cepat dan semakin berdampak luas ( menjangkau segmen yang sebelumnya tidak dijangkau ) sehingga ciri ini membedakan efisiensi masa lalu dan efisiensi masa kini alias disrupsi. Hal ini dikarenakan peranan inovasi IT didalamnya. Menurut Prof. Rhenald Kasali, yang berubah setelah terjadinya disrupsi adalah cara melayani dan dampaknya. Pelayanan menjadi serba self-service dan menjadi lebih efisien. Semua hal itu terjadi berkat kemajuan teknologi, terutama IT ( Rhenald Kasali, 2017, Disruption, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama ).
Ciri lain dari disrupsi selain keterjangkauan pasar yang semakin luas menurut Christensen adalah asal muasal dari disrupsi tersebut yang dimulai dari usaha new entrant untuk menguasai pasar kelas bawah yang tidak dijangkau oleh incumbent ( seperti pada konsep diatas ) yang lalu mampu menjangkau segmen pasar diatasnya melalui inovasi yang mampu menghasilkan produk yang lebih efisien dengan harga lebih murah sehingga posisi incumbent tersingkir.Â
Christensen dengan begitu menekankan pada asal muasal serta dampak yang dihasilkan oleh disrupsi ( seperti yang sudah diceritakan diatas ). Akan tetapi jika dilihat lebih detail, disrupsi sesungguhnya hanya merupakan dampak dari efisiensi saja. Soal asal mulanya, perusahaan yang melakukan disrupsi bisa saja berasal dari incumbent yang membidik pangsa pasar menengah atau menengah keatas tapi lalu mampu memperlebar pasarnya hingga menjangkau konsumen kelas bawah.
Hal ini yang mungkin ditunjukkan oleh General Motor dengan menemukan mobil T-Ford yang mampu menjangkau konsumen kelas bawah dari yang sebelumnya hanya menjangkau konsumen kelas menengah keatas saja. Hal ini membuat penggunaan kereta kuda yang didominasi oleh konsumen kelas bawah menjadi tergantikan. Â Atau seperti PT. Djakarta Llyod yang bisnisnya berubah melalui pemanfaatan IT sehingga sekarang mereka tidak perlu lagi harus memiliki armada kapal, cukup menghubungkan pihak konsumen yang membutuhkan jasa transportasi laut mereka dengan kapal milik perusahaan perkapalan lain yang terdekat dengan posisi konsumen ( Rhenald Kasali, 2017 ).Â
Lagipula dampak dari disrupsilah yang harus direspon, bukan mengenai asal muasalnya karena jika berkaitan dengan asal muasal disrupsi, maka hal itu merupakan kebebasan setiap pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usahanya ( tidak ada yang melarang sepanjang tidak bertentangan dengan hukum ). Jadi sekali lagi, mungkin dapat diasumsikan bahwa disrupsi berkaitan dengan dampak, bukan asal atau prosesnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H