Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

Konsumen Era Digital, Siapa yang Raja?

29 September 2016   22:12 Diperbarui: 29 September 2016   22:20 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Mungkin kita semua tidak asing dengan slogan be your self, bergayalah sesuka apa yang kamu mau dan jadilah dirimu sendiri. Anak-anak muda kita pun dengan percaya diri menunjukan orisinalitas diri dengan berloma-lomba terlihat berbeda mulai bergaya ala artis dalam sinetron remaja yang suka kebut-kebutan dijalan sampai berdandan ala artis kekinian yang memakai pakaian mirip jaring nelayan semua dilakukan demi terlihat berbeda. Dari mulai penampilan, gaya hidup, sampai memilih pasangan pun kita punya suatu standar yang terstigma dalam kepala kita yang dalam benak banyak orang diklaim sebagai orisinalitas.

Namun sadarkah kita bahwa sebenarnya selama ini kita tidak pernah bisa menjadi diri kita sendiri, kita sebenarnya adalah refleksi dari apa yang ditampilkan oleh media, kita hanya mengikuti standar yang dicekoki media kedalam kepala kita. Sadar atau tidak kini media menentukan apa yang kita pakai hari ini, media menentukan makanan apa yang akan kita makan, dan media menentukan standar atas hampir segala hal di kehidupan kita sehari-hari.

Contoh sederhananya adalah seperti yang dosen saya katakan, bayangkan saudara-saudara kita yang tinggal di Indonesia timur sana apa yang mereka pikirkan ketika melihat iklan sabun mandi yang ditampilkan di televisi berulang kali setiap hari? dimana iklan tersebut menampilkan model yang putih,langsing,dan tinggi seperti bihun. 

Atau iklan shampoo yang menampilkan Anggun C Sasmi yang berambut lurus dan lebat sebagai modelnya dan mulai berkelakar setia dengan shampoo yang ia beli langganan di warung, padahal saya yakin di Perancis sana tempat mbak anggun tinggal tidak ada warung emperan atau supermarket yang menjual produk shampoo tersebut, Apabila standar cantik adalah hal-hal yang ditampilkan dalam iklan yang kita lihat berulang-ulang itu maka saudara-saudara kita di timur sana akan selamanya percaya bahwa diri mereka tidak cantik.

Di lain cerita juga terjadi pada kaum adam, kadang saya pun sedikit gusar melihat iklan susu pria yang mengklaim dirinya dapat membuat tubuh pria menjadi sixpack dimana model-model iklanya tentu mereka yang bertubuh kekar dan keras sementara saya menahan jengkel didepan televisi sambil melihat perut saya yang membusung kedalam karna cacingan. Dan iklan tersebut diulang-ulang setiap hari mendoktrin pola pikir kita hingga akhirnya menjadi mindset. Maka tidak heran kalau mars per*ndo entah sejak kapan telah menyusup kedalam rongga kepala kita dan terpatri layaknya lagu wajib nasional.

Apabila dilihat populasi penduduk Indonesia ada lebih dari 250juta orang, hal tersebut merupakan angka yang menggiurkan bagi para pemilik produk untuk memasarkan produk mereka. Di zaman sekarang fungsi iklan bukan lagi untuk mempromosikan dan memasarkan suatu produk, namun juga sebagai alat propaganda, Iklan akhirnya menentukan tren demi membuat produknya laku terjual. Sialnya sebagian masyarakat Indonesia punya sifa latah dan konsumtif yang akhirnya menyuburkan praktek tersebut. terbukti dengan berdiri kokohnya ratusan pusat perbelanjaan di ibukota yang secara tersisat menjejal kita untuk selalu membeli dan menjadi pembeli.

Dewasa ini pola pikir masyarakat telah berubah drastis akibat perkembangan media dan iklan, Namun bukan sesuatu yang salah untuk membeli suatu produk tertentu, sebagai konsumen kita harus bijak dalam memilih mana yang kita butuhkan dan mana yang hanya sekedar kita inginkan. Bilamana kita sering mendengan slogan bahwa konsumen adalah raja, lantas raja macam apa yang bisa diperdaya oleh pelayanya sendiri? Semestinya Kita membeli suatu produk karena kebutuhan akan fungsi produk tersebut bukan hanya demi membeli gengsi atau prestise semata. Jadilah konsumen yang cerdas dengan membeli produk sesuai dengan kebutuhan.

Konsumenlah yang menentukan produk apa yang mereka butuhkan, bukan produk yang memasung kita untuk membelinya.

Nama                                   : Piky Herdiansyah

NIM                                       : 07031281520185

Kampus                               : Universitas Sriwijaya, Indralaya

Kelas                                     : Ilmu komunikasi A

Dosen pembimbing         : Nur Aslamiah Supli, BIAM., M.Sc

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun