Kunjungan Jokowi dan rombongan ke Rusia menyisakan catatan penting. Namun tidak perlu bawa kertas atao bolpen utk membaca tulisan ini, cukup kopi, cemilan dan perasaan bahagia. Â Seperti bahagianya bu Susi yg ditunjuk sebagai utusan khusus(special envoy) untuk Rusia.
Iya, Bu Susi yg punya tattoo. Yang kagak lulus SMA. Masih gak percaya? Googling aja…Di sana blio bertemu dengan Badan Federasi Perikanan Rusia, yang dipimpin oleh ketua: Ilya Shestakov. Tentu bukan membicarakan masalah komunisme.
Bidang maritime: mengundang Rusia untuk investasi di bidang pengolahan ikan terutama di Indonesia Timur. Mengirimankan PNS untuk belajar kelautan. Penangan illegal fishing dengan penguasaan teknologi. Bidang pertanian-perdagangan: Membuka peluang alternative impor daging sapi dan kambing. Ini untuk mengurangi ketergantungan dari Australia.
Kesepakatan moncer lainnya: Rosneft akan bangun kilang di Tuban US$13 miliar(176 T) selesai 2018. Rusia menawarkan Pertamina untuk menyedot minyak di wilayah timur agar pengapalan mudah. Rusia juga akan membangun rel kereta 500 km. Tiap tahun 100 km. Dalam lima tahun kedepan siap hingga US$ 2,5 miliar.
Inilah keseimbangan yang diterapkan Jokowi. Blio sedang memainkan kekuatan untuk mengundang Investor negara maju dari mana pun. Dengan tidak mau terjebak kedalam salah satu kubu. Lihat saja, Jokowi bisa melintas manis dari Amerika, Jepang, Eropa Barat hingga Tiongkok, Korsel dan Rusia. Negara-negara Timur Tengah pun ditarik untuk mempercepat perwujudan nawacita.
Sadar bahwa Dunia kini sedang menuju keseimbangan multipolar. Dimana tidak jamannya lagi kekuatan tunggal dan dominan. Harmonisasi dalam pergaulan internasional terus di drive.
Kereta cepat Jakarta-Bandung dimenangkan Tiongkok. Perusahan patungan kedua negara pun dibentuk. Perusahan yang tidak akan berhenti dan bubar setelah proyek Jakarta-Bandung selesai. Jelaslah Jepang kecewa. Namun dengan cepat, Jepang ditawari dan tertarik untuk menggarap kereta Jakarta-Surabaya. Sementara Tiongkok didorong untuk mengambil Sumatera dan Sulawesi. Untuk jalur kereta di Kalimantan, biarlah Rusia yang berinvestasi.
Dari sini saja sudah bisa dibaca bagaimana Jokowi tidak mau jatuh kedalam salah satu kubu saja. Keseimbangan diciptakan untuk mempercepat pembangunan lewat investasi karena mengandalkan APBN semata masih belum cukup.Â
Keseimbangan pun diciptakan didalam kabinet. Tidak ada kekuatan terpusat ditangan satu orang. Jika hubungan dengan Tiongkok memunculkan Rini Soemarno sebagai tokoh kunci. Maka ke Rusia, mendorong tampilnya Bu Susi kedepan. Selain itu ada nama Sudirman Said yang berurusan dengan Proyek ESDM, Listrik 35000 MV. LBP diberi peran menjadi eksekutor polhukam. Inilah kubu ekonomi politik yang nyata terlihat dipermukaan.
Kubu-kubu ini pun secara alamiah akan saling bersaing memperkuat bargaining ke Jokowi. Apakah semua tulus untuk kesejahteraan rakyat? Helooo, jelas tidaklah. Disanalah juga sarang atau sumber kebiadaban bisa terjadi jika tidak dikelola dengan baik.
Sebagai catatan: Investasi itu baik selama Indonesia harus jadi tuan rumah di negeri sendiri. Bukan malah membagi kue kepada asing. Pemburu rente didalam negeri, yang biasa nempel dalam setiap proyek pemerintah harus dibersihkan. Mereka adalah benalu republik.
Dari sudut pandang Freeport, banyaknya pungli dan uang untuk ini itu sungguh membuat mereka jengah. Itu perusahaan sekelas Freeport saja mumet diperas oleh pemburu rente yang berkelit berkelindan dipusaran kekuasaan. Maka pengungkapan penyadapan pun tidak mungkin tanpa seijin markas besar Freeport di Amrik sono.
Sudahkah kita melakukan kegiatan yang membahagiakan diri hari ini? Kopi Vietnam layak dicicipi…kalo gak punya, sini kemari. Kita ngopi bareenggg…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H