Mohon tunggu...
Pedro Gondem
Pedro Gondem Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

suka melucu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prabowo: Lone Survivor Indonesia

17 Juni 2014   14:42 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:24 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sosok seorang prabowo memang tak lepas dari kontroversi masa lalunya. walaupun dia mencalonkan diri menjadi presiden Indonesia, belum pernah santer terdengar ketidaksukaan masyarakat Indonesia yang memiliki pemimpin berlatar militer. namun, terlepas dari itu semua orang sebenarnya berjasa demi bangsanya negara dengan caranya sendiri. tak terkecuali militer yang sangat jarang di ekspose oleh media karena mungkin tidak "menjual". berbeda dengan militer di amerika yang sangat dibanggakan dengan munculnya film-film luar biasa berlatar perang, dan gak sedikit itu membuat rasa nasionalisme rakyatnya bangkit.

dari sekian banyak film berlatar perang itu, ada salah satu film yang mengingatkan pada sosok prabowo.

"LONE SURVIVOR"


diangkat dari buku yang berjudul "Lone Survivor: The Eyewitness Account of Operation Redwing and the Lost Heroes of Seal Team 10" yang ditulis oleh Marcus Luttrell dan Patrick Robinson berdasarkan kisah nyata, film ini sedikit tidak menggambarkan bagaimana seorang prajurit di medan perang modern secara lebih nyata dan emosional.

kisahnya ketika empat anggota pasukan khusus Angkatan Laut Amerika Serikat (SEAL), Marcus (Mark Wahlberg), Murphy (Taylor Kitsch), Danny (Emile Hirsch) dan Axelson (Ben Foster) yang bertugas di Afghanistan tahun 2005, mendapatkan misi dari pimpinan mereka, Letnan Commander Erik Kristensen (Eric Bana), untuk menangkap pimpinan Taliban, Ahmed Shahd yang terlibat dalam kasus pembunuhan dua puluh marinir AS. ketika melakukan pengintaian di sebuah bukit, mereka ketemu sama penduduk lokal. di sinilah konflik pertama terlihat dimana mereka harus memilih nyawa sendiri atau membunuh orang tak bersalah. jika membunuh penduduk tak bersalah ini, mungkin mereka bakalan selamat dan tidak diketahui misi pengintaiannya. tapi hal itu bakalan berlawanan dengan prinsip dasar dalam berperang yaitu cuma membunuh musuh, bukan penduduk tak bersalah, mirip dengan konsep perang islam yang tidak boleh membunuh anak-anak, wanita dan hewan ternak yang tidak bersalah. tetapi hal itu tidak diambil, mereka lebih memilih untuk melepaskan mereka dengan resiko mereka akan memberitahu taliban akan keberadaan pasukan AS di afghanistan.

dari sinilah dimulai konflik peperangan yang sesungguhnya. 4 orang  melawan ratusan taliban. dan itu sebuah keputusan sulit, dan itu memang harus diambil. begitulah beratnya di medan perang, dua pilihan yang benar-benar untuk memilih hidup atau mati. efek dan tragedi yang terjadi benar-benar memperlihatkan sebuah kondisi perang secara nyata. tanpa ampunan, dan harus mengambil keputusan yang tepat setiap detiknya. dari 4 orang, hanya tersisa satu orang yang selamat setelah berperang dengan sangat dramatis, yang diselamatkan oleh pasukan bantuan.

menonton film ini bakalan membuat kita sadar betapa besar jasa seorang prajurit yang sama sekali gak kita kenal semata-mata demi negara. cobain deh. biar kita gak sedikit-sedikit menghujat "itu kan memang tugas mereka, siapa suruh mau jadi tentara?"

sudah banyak yang tahu kalo prabowo yang lama bertugas di timur-timur juga sering mengalami hal-hal seperti itu. sudah gak perlu dipertanyakan berapa peluru yang pernah bersarang di tubuhnya. gak perlu dipertanyakan berapa ranjau yang pernah dirasakannya. sebuah cerita dari teman yang memiliki ayah seorang kapolda yang bertugas di daerah sumatera sekarang, yang dulunya orang yang membantu menyelamatkan prabowo dari serangan tentara lawan di timur-timur. ketika patroli rutin mereka yang dianggap sebagai ancaman di daerah timur-timur dikepung habis oleh pasukan musuh, ditengah-tengah hidup dan mati, seorang komandan seperti dia bahkan akan lebih memilih untuk menyelamatkan anak buahnya daripada diri sendiri. bukan suatu hal yang luar biasa dalam medan perang.

siapa yang meragukan kredibilitas pemimpin yang lebih memilih menyelamatkan anak buahnya daripada dirinya sendiri?

tetapi penghargaan sebuah media massa sebagai bagian dari bangsa yang beradab untuk seorang prajurit memang semakin berkurang. berbeda sekali dengan media massa di luar negeri. walaupun mereka tidak pernah pengen dihargai, setidaknya kita tahu betapa cintanya mereka kepada negaranya. salut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun