Mohon tunggu...
Amir Arsila
Amir Arsila Mohon Tunggu... Relawan - Pendamping Desa

Bangun Desa, Bangun Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ngandung Moles Sebagai Simbol Persatuan

1 Februari 2025   19:14 Diperbarui: 1 Februari 2025   19:14 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ngandung moles, semacam peo tetapi berupa pohon yang hidup dan berbeda dengan lazimnya peo-peo yang ada di Nagekeo, yang biasanya berupa kayu mati. Ngandung ini berada di sebelah kali Aesesa, berbatasan dengan kampung wundu (selatan) tepatnya di Kampung lama Nggolombay, Desa Nggolombay, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo.

Kata Ngandung berasal dari bahasa Mbay, "Nga" artinya buka, bicara, berkata-kata. "Ndung" artinya terjadi. Melalui proses duduk bersama dan berkata-kata, terjadilah sebuah kesepakatan lalu diwujudkanlah sebuah Ngandung.

Ngandung tersebut berupa sebuah pohon (Pu'u Mondo) yang ditanam di tengah-tengah kampung (Nggolombay). Disekitar pohon itu dikelilingi oleh susunan batu-batu yang tentunya memiliki makna tersendiri.

Pohon (Pu'u mondo) diartikan sebagai simbol kehidupan yang selalu hidup sepanjang masa. Adapun batu-batu yang disusun melingkar mengitari pohon tersebut diartikan sebagai sebuah ikatan yang menyatukan perbedaan asal usul keturunan pada saat itu. Lalu kata "Moles" diartikan sebagai sesuatu yang indah, cantik dan harmonis.

Sehingga secara harfiah, Ngandung Moles artinya simbol yang menyatukan perbedaan asal usul keturunan yang hidup secara harmonis sepanjang masa. Dalam konteks persekutuan adat mbay, ngandung adalah pengikat  masyarakat dari berbagai latar belakang keturunan yang menempati wilayah geografis tertentu dalam wujud kampung-kampung (Nggolo, Mbo'ang atau Ola, Bo'a) yang memiliki kesamaan budaya serta adat istiadat dan bahasa.

Ngandung lahir bukan atas keinginan satu atau dua keturunan saja. Tetapi lahir dari keinginan dan kesepakatan dari semua asal usul keturunan yang datang dari berbagai tempat dengan tujuan bercocok tanam, beternak dan berburu.

Asal usul yang beragam tentu kedatangan mereka tidak serentak. Namun, dengan menempati wilayah geografis yang sama, maka disitulah terjadi sebuah proses interaksi sosial. Dari proses interaksi yang berlangsung lama dari waktu ke waktu bahkan terjadi selama ratusan tahun sehingga melahirkan budaya yang khas.

Sehingga jauh sebelum ditemukan oleh penjajah Belanda dan membuat peta tahun 1916 (peta onder Afdeling) mbay sudah memiliki tatanan sosial budaya dan menempati wilayah teritorial adat yang dikuasainya baik itu perkampungan (Nggolo-nggolo, Mbo'a-mbo'a, dst), lahan pertanian (uma lincong) dan lahan penggembalan (ngentar).

Sumber: Wawancara Opa Nikolaus H. Daeng

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun