Di tengah hari, kami berjalan menuju Curug Bentang Padjajaran bersama para santri. Sepanjang perjalanan, kami berbincang mengenai perbedaan lingkungan di Jakarta dan di ponpes Al Ittifaq. Saya semakin tahu akan perbedaan antara kami, tapi saya merasa bisa melihat lebih banyak persamaan dari sebelumnya, bahwa kami tetaplah orang muda yang masih belajar dan ingin menemukan tempat kami di dunia. Sepanjang perjalanan juga, saya bisa merasakan betapa semunya waktu. Saya mengira perjalanan kami sudah mencapai hampir 2 jam, namun kenyataannya hanya beberapa puluh menit yang sudah lewat. Ketika di Jakarta, sebuah kota yang berjalan dengan begitu cepat, saya merasa harus selalu mengikuti kecepatannya dan merasa kewalahan ketika tertinggal. Di sini, saya bisa merasakan waktu berjalan, detik demi detik dengan begitu jelas dan nampak.Â
Kami mengakhiri hari kami dengan belajar cara berkebun dan beternak. Kami diajarkan proses dari awal sampai akhir bagaimana Al Ittifaq mengelola fasilitas mereka dan kami juga belajar cara mempraktekannya. Beberapa produk mereka terbukti sangat berkualitas, dengan salah satu pihak yang membeli produk mereka adalah Lotte.Â
Selama ini, saya belum cukup tahu betapa sulitnya mengurus tanaman kebun atau hewan ternak. Apa yang saya lihat di supermarket, produk-produk jadi, harus melalui proses yang berisi usaha dan waktu mereka yang mengelolanya. Saya juga sadar akan hasil yang tidak jadi, hasil yang menjadi sia-sia. Setidaknya kini saya bisa mengetahui dan menghargai lebih dalam mengenai bagaimana produk-produk ini bisa dihasilkan.Â
Hari terakhir datang juga. Â Tak terasa, inilah akhir dari waktu kami di ponpes Al Ittifaq. Awali hari dengan mengaji, itulah yang kami lakukan lagi. Di penghujung kegiatan, kami bisa berbagi pengalaman dengan para santri dan menemukan lebih banyak persamaan di antara kami. Ide toleransi yang saya kembangkan di sini menjadi cara bagaimana saya tidak hanya menghargai perbedaan, tetapi juga persamaan di antara kami. Kami bisa bersenang-senang, makan, bercerita bersama tanpa mempermasalahkan perbedaan.Â
Inti Utama
Saya datang dengan pemikiran bagaimana saya bisa mengembangkan toleransi dan saya pulang dengan pandangan baru mengenai perbedaan. Kerap kali saya menemukan persamaan dengan para santri dan saya masih terkesan akan hal tersebut. Ilmu dan pendidikan yang kami terima berbeda, tetapi tujuan menggunakan ilmu itu sama, yaitu menjadi orang yang bisa berguna bagi orang lain. Jalan yang kami tempuh berbeda dan itu bukanlah masalah. Hal terpenting adalah kita bisa mencapai akhir perjalanan tersebut.Â
Perbedaan juga mampukan kita untuk melengkapi dan mengangkat satu sama lain. Kita belajar dari perbedaan tersebut untuk membangun hubungan yang erat dengan satu sama lain, tidak hanya sebagai warga negara Indonesia, tetapi sebagai seorang manusia. Terkadang juga, kita bisa melihat melalui perbedaan tersebut dan menyadarkan persamaan yang kita miliki, seperti nilai-nilai kemanusiaan yang nampak pada masing-masing agama. Perbedaan itu indah, sehingga alangkah baiknya dunia ini jika kita semua bisa melihatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H