FC Barcelona merupakan salah satu klub terhebat di Spanyol dan dunia sepanjang masa. Klub yang dijuluki Blaugrana itu memiliki banyak sekali pencapaian dalam ranah domestik dan internasional. Tak luput dari penghargaan-penghargaan tersebut, mereka bisa meraihnya dengan kualitas pemain yang berkualitas world class dan memiliki talenta yang generasional. Banyak sekali nama yang bermain untuk klub ini, seperti Lionel Messi, Xavi Hernandez, Andres Iniesta, Carles Puyol, dan masih banyak lagi. Ternyata, pemain-pemain tersebut adalah pemain lulusan akademi Barca, La Masia. Bahkan ada pemain-pemain yang bermain di luar FC Barcelona yang juga lulus dari akademi tersebut, seperti Cesc Fabregas. Dengan pemain-pemain yang dihasilkannya, La Masia memiliki reputasi sebagai salah satu penghasil talenta sepak bola terbaik dalam sejarah.
Didirikan pada tahun 1979, La Masia awalnya merupakan rumah tua dari abad ke-18 yang berada di dekat stadion FC Barcelona, Camp Nou. Nama "La Masia" sendiri berarti "rumah pertanian" dalam bahasa Catalan, yang menggambarkan struktur bangunan aslinya. Akademi ini dibentuk dengan inspirasi dari klub sepak bola Belanda, Ajax Amsterdam, yang telah lama dikenal sebagai pionir pengembangan pemain muda.
Terdapat beberapa hal yang membuat La Masia lebih unik dan mungkin lebih baik dari akademi lain. Klub-klub lain memiliki penekanan pada pengembangan yang umum pada seorang pemain, seperti fleksibilitas dan juga fisik pemain tersebut. Akan tetapi, filosofi La Masia sangat terikat dengan gaya bermain khas Barca, yaitu tiki-taka, yang menekankan penguasaan bola, umpanan cepat, dan pergerakan tanpa bola. Walaupun ada pendasaran cara bermain tiki-taka, setiap pemain mendapatkan pelatihan dan perhatian khusus yang satu nada dengan talenta mereka masing-masing. Mereka juga diajarkan mengenai nilai-nilai seperti kerja sama tim, kedisiplinan, dan kecintaan terhadap permainan sepak bola. Selain mempelajari segala sesuatu yang mengitari sepak bola dan kerjasama tim, pemain-pemain La Masia juga menuntut ilmu formal agar mereka bisa memiliki keterampilan selain sepak bola. Hal ini mewujudkan keseimbangan antara sepak bola dan pendidikan. Ajaran-ajaran tersebut ditekankan secara intensif sehingga pemain-pemain yang berada di akademi tersebut dapat mengukirkan filosofi La Masia ke dalam diri mereka dan memiliki DNA Barca.
La Masia juga khas dengan integrasi yang erat antara akademi dan tim utama Barca. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, banyak pemain utama Barca yang lulus dari La Masia. Hubungan ini diatribusikan kepada filosofi, gaya bermain, dan struktur pelatihan di La Masia yang mencerminkan apa yang dilakukan oleh tim utama Barca. Di saat klub-klub lain kesulitan untuk mengintegrasikan pemain lulusan akademinya kepada tim utama, Barca dan La Masia sudah sukses melakukannya selama bertahun-tahun. Akan tetapi, strategi ini juga menimbulkan suatu tantangan bagi Barca.
Di era modern sepak bola, klub-klub kaya memiliki kapasitas sumber daya yang semakin besar untuk membeli pemain bintang dari klub lain dan membentuk sebuah supertim, sama seperti apa yang dilakukan oleh Real Madrid. Mereka mengandalkan bakat yang sudah terbukti untuk bermain daripada mengembangkan pemain muda yang belum terlalu jelas kualitasnya. Barca, sebuah klub yang tidak punya kapasitas sebesar klub lain, harus mengandalkan dan bahkan mempertaruhkan pemain mudanya dari La Masia. Harapan yang besar tersebut juga membebani para pemain muda, antara fakta bahwa mereka harus bersaing secara fisik dan mental dengan pemain yang lebih tua dan berpengalaman mereka atau kecemasan yang mereka miliki dengan ekspektasi besar terhadap mereka. Itulah yang tampak secara hitam di atas putih, namun mereka tetap berteguh pada tradisi mereka sekarang telah mengejutkan dunia.
Dengan Barca yang terus mengandalkan lulusan La Masia, talenta-talenta hebat mulai bermunculan. Ada Lamine Yamal yang menempatkan dirinya pada posisi ke-8 dalam urutan Ballon D'or, penghargaan yang diberikan kepada pemain terbaik di dunia. Dia juga memenangkan Euro 2024 dan mendapatkan pemain muda terbaik. Bersamanya ada beberapa pemain seperti Pau Cubarsi dan Fermin Lopez yang berhasil memenangkan Olimpiade cabang sepak bola. Selain mereka ada juga nama-nama hebat seperti Pablo Gavi, Alejandro Balde, dan Marc Casado. Dengan kualitas seperti mereka, orang akan mengira kalau mereka sudah tua. Namun, mereka masih berusia 21 tahun ke bawah, dengan Pau dan Lamine yang masih berusia 17 tahun.  Sudah bisa ditentukan bahwa Barca berada pada posisi yang aman untuk 10 tahun ke depan.
La Masia lebih dari sekadar akademi sepak bola. Ia memiliki peran yang penting bagi FC Barcelona dan menjadi teladan bagi akademi klub sepak bola lain di dunia. Filosofi permainan indah mereka khas dan tidak bisa direplikasi oleh akademi klub lain. Tantangan modern sepak bola tidak bisa menghentikan mereka untuk tetap bersaing dengan klub lain karena mereka beradaptasi sekaligus menjaga prinsip dasar mereka. La Masia membuktikan bahwa kesuksesan sejati datang dari dedikasi, kerja keras, dan kecintaan pada permainan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H