Oleh: Disisi Saidi Fatah
Membaca adalah salah satu aktivitas literasi yang paling utama dan harus diutamakan dari yang lain. Dengannya dapat memberikan dampak yang baik sekaligus positif bagi diri maupun lingkungan sekitar kita. Sebab, selain menambah wawasan, ilmu, pengetahuan, dan membuka cakrawala pikiran; membaca bisa menjadi obat atau terapi bagi diri.
Banyak sekali manfaat membaca, baik itu fiksi maupun non-fiksi. Ada sebuah kalimat, kurang lebih begini; membaca membuka jendela dunia. Lalu bagaimana jika kita ingin membuka pintu dunia? Sedangkan dengan membaca saja kita bisa membuka jendela dunia. Maka jawabannya adalah MEMBACA, MEMBACA, dan MEMBACA. Mengapa demikian? Jika dengan membaca saja kita bisa membuka jendela, maka dengan banyak membaca dan terus membaca, pastilah pintu akan terbuka. Karena, aktivitas membaca itu harus koma, tidak boleh titik.
Pada tahun 2016 lalu, saya pernah mendampingi almarhum Papa (orang tua angkat) ke salah satu kegiatan di Provinsi Lampung. Dan pada saat itu, secara tidak sengaja kita dipertemukan dengan sepasang orang tua, yang mana si perempuan merupakan salah satu anggota komunitas pendongeng. Kala itu saya tidak sengaja mendengar percakapan di antara mereka yang sedang membicarakan anak dari si pendongeng itu yang memiliki potensi dan kecerdasan luar biasa pada usia muda. Jadi anaknya yang berusia 8/10 tahun lulus seleksi tim pesepakbola nasional yang akan dikirim ke Barcelona untuk dilatih di sana. Ada salah seorang bertanya kepada pasangan pendongeng itu, apa si rahasia mendidik anak bisa sehebat itu? Jawabannya sangat luar biasa sekali, bahkan mungkin banyak orang yang tidak menyangka, ternyata kedua orang tua tersebut terbiasa membacakan dongeng sebelum anaknya tidur, sejak si anak berusia lima bulan.
Jadi bisa disimpulkan, bahwasanya kekuatan dari membaca ini sangat luar biasa. Itulah mengapa membaca sangat penting dan harus.
Jangan Malu Membaca!
Â
Ada seorang kawan pernah berkata kepada saya; "kak, aku malu tahu bacaannya novel. Mana tentang percintaan mulu lagi."Â Menanggapi pernyataan tersebut, saya langsung jawab dengan semangat. Mengapa harus malu! Genre bacaan apa saja itu baik, selagi memang konteksnya baik. Malu itu ketika kita tidak pernah membaca, membaca bacaan yang berat atau tinggi, namun setahun sekali, dan kita sudah merasa paling hebat, pintar, merasa sombong, menjadikan diri kita merasa paling tahu. Dan, kawan saya itupun kembali bersemangat.
Saya sangat menyayangkan ketika ada orang yang berbuat demikian. Saya lebih menghargai orang yang bacaannya seringan mungkin, namun dia terus merasa dirinya bodoh dan tetap produktif membaca setiap hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Dari pada orang yang bacaannya tinggi, tapi sering menilai rendah orang dan bacaannya nggak tuntas, apalagi malas-malasan.
Membaca apa saja itu baik dan positif, selagi produktif, konsisten, dan bacanya full, nggak setengah-setengah. Agar apa yang dibaca juga bisa dipahami seutuhnya.
Negeri kita ini sangat krisis membaca, kebanyakan dari kita sukanya menulis dan berbicara, namun lupa bahwa konteks utama ialah membaca. Sehingga banyak kesalahpahaman yang terjadi. Mari kita bersatu, saling menyemangati dan saling dukung dalam hal literasi. Ingat, literasi itu terbagi dalam banyak hal; diantaranya membaca, menulis, mendengar, dan menyemangati.
Dan hal yang paling penting dalam membaca ialah kualitas bahan bacaan. Utamakan baca buku atau karya; fisik maupun non-fisik yang original, bukan bajakan. Agar ilmu yang didapatkan juga bermanfaat, berkah, dan barokah.
Jangan sesekali membaca ataupun membeli buku bajakan. Mari kita dukung para seniman untuk terus berkarya dengan membeli hasil karya originalnya. Jika dirasa belum mampu untuk membelinya, bisa ikutan giveaway di media sosial (instagram, facebook, twitter) banyak sekali giveaway di sana, gratis.
Bisa juga ikutan komunitas tukar buku, hibah buku, atau beli buku asli yang bekas (preloved). Â Ingat, adab itu lebih utama. Jangan bangga dengan banyak membaca, jika bahan bacaan yang kita dapatkan dari hasil merampas, mencuri, atau beli yang bajakan. Karena keberkahan suatu itu juga dinilai dari bagaimana cara kita mendapatkannya.Â
*** Disisi Saidi Fatah, Alumni BPUN Mata Iar Ansor Way Kanan, Lampung. Pegiat literasi, sosial, dan kemanusiaan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H