Review Novel Dwilogi Pembangun Jiwa "Suluh Rindu" Karya Habiburrahman El Shirazy (Kang Abik)
Kehidupan, kematian, dan jodoh, tak ada satupun yang tahu. Kapan, seperti apa, dan bagaimana bentuknya, hanyalah Allah yang Maha Tahu. Ya, begitulah kehidupan; kadang di atas, kadang pula di bawah. Roda kehidupan selalu berputar dan itu pasti!Â
Setelah beberapa hari hanyut dan tenggelam dalam Kembara Rindu (Buku pertama) dengan hati yang terombang-ambing. Alhamdulillah, usai juga menuntaskan buku kedua dari Dwilogi Pembangun Jiwa "Suluh Rindu" karya salah satu penulis favoritku Habiburrahman El Shirazy atau yang akrab disapa Kang Abik.Â
Bagi yang sudah membaca buku pertama, pasti tahu kisahnya. Lha, bagi yang belum? Ya baca dulu, supaya ketika membaca buku keduanya nyambung dan nggak bingung. Nggak harus beli kok, bisa pinjam teman atau komunitas yang punya bukunya atau ke perpustakaan yang menyediakan. Yang penting, kualitas buku dan cara mendapatkan buku itu baik. Harus buku asli atau original ya, dan kalau pinjam taati peraturan serta tanggung jawab.Â
BACA: Belajar Ikhlas dan Tawadhu Dalam Menjalani Hidup Dari Novel "Kembara Rindu"Â
Pembaca budiman, jika dalam Kembara Rindu, kisah perjalanan Ridho dan Syifa ditutup dengan luar biasa. Di mana Ridho membangun sebuah pesantren sebagaimana saran dari gurunya dan Syifa kembali melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren tahfiz qur'an. Nah, di buku kedua ini, perjalanan mereka dimulai kembali dengan luar biasa. Menceritakan masa dewasa mereka (lebih ke hubungan asmara, rumah tangga dan berbagai permasalahan di dalamnya).Â
Pasti pada penasaran kan siapa yang menjadi pendamping hidup Ridho dan Syifa. Lalu, bagaimana kehidupan mereka. Bagaimana pula dengan sosok Diana dan Lina yang juga menjadi tokoh aktif di dalam Kembara Rindu!
Membaca buku kedua ini, mataku lebih banyak sembab, banyak kisah dan kalimat yang disajikan Kang Abik dengan apik, berhasil menghancurkan benteng pertahanan hati yang keras.Â
Ridha orang tua dan guru memang sangat luar biasa berperan. Begitupun dengan keyakinan diri, terutama di saat kita yakin akan pertolongan Allah. Sebagaimana jika kita telah niatkan sesuatu untuk ibadah di jalan Allah, maka insya Allah semua akan dipermudah.Â
Dalam buku ini, lebih banyak Hadist juga kutipan dari kandungan Al-Qur'an yang dipaparkan. Sangat bagus, sehingga pembaca juga mengerti dan lebih dekat dengan Al-Qur'an. Banyak sekali kata-kata motivasi dan kutipan yang bisa dijadikan inspirasi dan motivasi dalam mengarungi samudera kehidupan.
Ada banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kisah di dalamnya, Dari sosok Ridho kita belajar tentang "pahit", Â bagaimana lelahnya mengejar dunia, tapi setelah menahan sedikit ego untuk lebih mengejar akhirat, dia justru akhirnya mendapatkan keduanya. Darinya pula kita ambil hikmah terkait adab terhadap guru dan orang tua, birrul walidain, dengan menuruti perintah mereka walau pun terkadang menantang dan menentang ego kita. Belajar untuk berkorban menghapus ego untuk manfaat yang lebih besar untuk orang-orang di sekitar kita. Juga, kita harus mengerti bahwa hidup adalah perjuangan dan tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan.
Perjalanan Ridho sebagai santri dan khadim seorang Kiai, menjadi pengelola pesantren dan Kiai besar tidaklah seperti jalan tol yang mulus, melainkan jalan hidup yang penuh tantangan dan duri, serta jurang yang selalu menghadang. Dari kedua neneknya kita mengambil hikmah, bahwa di usia senja juga kita dihadapkan dengan ego berupa dendam dan sakit hati dari masa lalu. Betapa sulitnya melupakan hal itu, pedih, juga sulit dalam mengakui kesalahan dan meminta maaf. Sudah seharusnya kita lebih awas dan mendekatkan diri kepada Allah.
Dari Lina dan Diana pula kita belajar bagaimana bisa menekan ego untuk tidak menganggap diri lebih mulia dari orang lain. Dan, yang terakhir, dari Syifa kita ambil hikmah bahwa dalam mengambil keputusan besar kita lebih hati-hati dan teliti. Jika salah langkah, harus sigap memperbaiki dan tidak mengulanginya lagi, sehingga tidak terjerumus pada masalah itu kembali.Â
Dari Syifa dan Ridho kita petik hikmah paling baik ialah; bahwa Al-Qur'an adalah syafaat, dan ilmu merupakan cahaya yang pasti membawa manfaat kebaikan dunia dan akhirat. Â Tidaklah salah jika setiap novel Kang Abik dinamakan pembangun jiwa, sebab setiap kata terlontar adalah gizi yang bernutrisi bagi hati dan jiwa.Â
Buku ini sangatlah baik untuk di konsumsi bagi semua kalangan, terutama pemuda. Dariku sebagai pemuda yang haus ilmu, 5.0/5.0 untuk maha karya istimewa ini. Semoga semakin banyak manfaat yang dipetik dan kebaikan yang disebarluaskan. Aamiin.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H