Usai santap malam, jamaah rombongan Majelis Ta'lim Al-Maujud pamitan-balik kanan. Aku menyengaja tidak ikut pulang bareng rombongan  Selain bertugas mengawal Habib, sedari rumah memang sudah berniat untuk mengawal sampai tuntas, apalagi Abah juga tidak pulang dan beliau pula sudah berpesan agar aku pulang belakangan. Bagiku, Abah adalah orang tua, bukan sekadar guru, jadi samina wa atona dengan beliau.Â
Kesempatan ini tentu tidak aku sia-siakan, sangat jarang bisa bersama Habib dan dekat (mengawal) beliau. Tidak semua orang bisa, apalagi untuk orang yang sepertiku; banyak salah, khilaf, dan dosa. Semoga berkah dari mengawal beliau-beliau, para keturunan manusia yang agung, yang insyaallah kita semua mengidolakannya; Habibana wa Nabiyuna Muhammad SAW. Semoga dengannya Allah mengampuni segala salah, khilaf, dan dosaku, Aamiin.Â
BACA JUGA:
• Menghadiri Harlah 1 Abad NU Berkah Wasilah Doa dan Tawassul
• Kritik Sosial Hingga Potret Kehidupan Dalam Cerpen
Jika ditanya apakah bangga? Tentu, kebanggaan dan kebahagiaan itu tidak bisa diungkap dengan kata-kata. Sekalinya mengawal Habib, langsung tiga; Habib Musthofa bin Usman bin Yahya, Habib Hamid Al-Kaff, dan Habib Sholeh. Siapa yang tidak bangga dan senang hatinya, bisa duduk bersama, memandang wajahnya secara lama. MasyaAllah.
Meski kantuk kian berat, aku berusaha tetap terjaga. Bagiku pantang rebahan sebelum Habib terlebih dulu istirahat. Sebagai pengawal, masa tumbang lebih dulu! Di tengah pekatnya malam, kopi hitam tanpa gula menjadi andalan. Dan malam itu larut sampai pukul dua dini hari.
Kekuatan Al-Fatihah dan Doa
Rasanya, rasa syukur harus terus bertambah. Sangat beruntung gusti Allah pertemukan diri ini dengan orang-orang shalih. Jika bukan wasilah manut dawuh Abah, mungkin aku nggak akan bisa sedekat dan akrab dengan para habib, sebagaimana malam ini. Tentunya pula atas izinNya Sang Khalik.