Selama ini mungkin kita hanya mengenal nama-nama besar dari khalifah pada Dinasti Abbasiyah. Misalnya Khalifah Al-Saffah, Al-Mansur, Al-Mahdi, Al-Hadi, Harun ar-Rasyid, Al-Amin atau Al-Makmun. Nama-nama mereka telah terukir dengan sangat gamblang dalam sejarah Islam.
Kisah dan ketenaran mereka banyak menarik pada sejarawan, penulis biografi atau pihal lain yang memang menggemari literatur. Namun seringkali kita lupa, bahwa di balik kesuksesan seorang pria, selalu ada wanita yang memiliki peran penting dalam pencapaian tersebut.
Hal itu juga berlaku bagi tokoh-tokoh besar di masa kepemimpinan Dinasti Abbasiyah. Sayangnya kisah yang berhubungan dengan peran wanita tersebut, tidak banyak dibahas dalam literatur sejarah Islam. Dan hemat saya, ketika mempelajari pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, selain para Khalifah yang dibahas secara luar, tokoh dan peran wanita tidak disebutkan secara spesifik.
Maka beruntung sekali jika kita membaca buku karya Nabia Abbott, yang akan membahas tentang sejarah dua ratu yang memiliki peran penting selama Dinasti Abbasiyah tengah berjaya. Karena tanpa adanya campur tangan mereka, bisa jadi para Khalifah yang selama ini kita kenal mungkin tidak ada dalam catatan sejarah.
Dua ratu yang dimaksud penulis adalah Ratu Khaizuran dan Ratu Zubaidah. Dengan cukup detail penulis mecoba mengungkapkan tentang fakta-fakta menarik yang belum banyak kita ketahui.
Sebagaimana kita ketahui, di masa lampau perbudakan masih marak terjadi negeri Arab. Tak terkecuali pada masa Dinasti Abbasiyah. Namun siapa yang menyangka dari rahim seorang budak itulah terlahir tokoh-tokoh fenomenal yang akhirnya memberikan banyak kontribusi pada perkembangan Islam.
Ratu Khaizuran merupakan gadis budak dari seorang Arab dari Bani Thagafi. Memiliki pesona yang memikat, gadis itu akhirnya dapat meluluhkan hati Khalifah Mansur yang kemudian membuatnya menjadi menantunya.
Di mana pernikahannya dengan Al-Mahdi maka lahirlah dua calon khalifah besar yaitu Al-Hadi juga Harun Ar-Rasyid. Namun pencapaian itu tidaklah diperoleh Khaizuran dengan mudah.
Ia harus bersusah payah dan tentu harus memiliki kecerdasan dalam dunia politik, juga memiliki tekad kuat untuk mewujudkan impiannya. Termasuk upaya besarnya menjadikan Harun ar-Rasyid sebagai seorang Khalifah.
“Matahari yang menakutkan telah melarikan diri, Dan menyembunyikan wajahnya yang bercahaya di malam hari; Dunia yang suram tidak ceria. Tapi Harun datang dan semua baik-baik saja. Kembali matahari memancarkan sinarnya; Alam dihiasi jubah kecantikan: Karena goyangan tongkat harun yang perkasa, Dan tangan Yahya menopang dunia.” (hal 129)