Mohon tunggu...
Ade  Mahniar
Ade Mahniar Mohon Tunggu... Freelancer - Pecahan Biasa

Penikmat sastra dan aroma pensil warna. Sedang dekat dengan mate[MATI]ka. Enthusiast in Educational Technology.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gaudeaumus Igitur dan Pesan untuk Ingat Mati!

29 Desember 2020   16:04 Diperbarui: 29 Desember 2020   20:28 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat pertama kali menyandang status mahasiswa, kita tentu pernah merasakan yang namanya masa pengenalan kampus atau Ospek dengan berbagai macam bentuk. Hal yang tidak pernah ketinggalan dan wajib adalah menghafal lirik lagu Universitas yang nanti akan dinyanyikan bersama-sama.

Pengalaman saat saya Ospek, panitia dengan wajah sok berkuasa, memberikan kertas berisi kumpulan lagu yang wajib dihafal. Ada mars Universitas, Fakultas, lagu Perjuangan Mahasiswa, Buruh Tani, dan satu lagu yang terdengar asing, sulit diucap lidah saya dan susah dihafal yaitu Gaudeamus Igitur.

"Gaudeamus igitur Juvenes dum sumus", begitu penggalan liriknya. Saya insecure berkali-kali saat latihan menyanyikan lagu itu. Sudah pelafalannya susah, bahasa latin, iramanya juga bernuansa klasik opera yang bikin mulut harus membulat Oooo. Suara saya juga tak mendukung, tidak masuk standar enak didengar. Bahkan ketawa saya fales. Jadilah saya tidak menyukai lagu itu. Ya memang terkadang seseorang tidak menyukai sesuatu hanya karena dia tidak bisa melakukannya.

Tapi sungguh lagu itu jadi sangat indah ketika dibawakan oleh grup paduan suara. Gaudeamus punya hentakan nada yang bikin gemetar, tegas, ketika ikut bernyanyi dada saya ikut membusung tegak, dan ada power di dalam lagu itu meski saya tidak tahu artinya.

Lima tahun setelah perkenalan saya dengan "Om Gaudeamus", saya baru tahu kalau lagu itu disebut sebagai Mars Mahasiswa Sedunia. Saya heran dulu kenapa tidak mencari tahu tentang lagu itu, nrimo saja disuruh hafal tanpa bertanya kenapa harus lagu itu dan apa artinya. Oh iya maklum mental dijajah, takut sama panitia Ospek yak. Bertanya akan dianggap protes. Bertanya sama dengan membangkang. Baiqlah qaqaq.

Saya lalu penasaran dengan liriknya dan mencari tahu lebih dalam asal usul lagu tersebut. Dalam sebuah blog staff dari Universitas Indonesia, Martya Rahmaniati menulis seputar De Brevitate Vitae (dalam singkatnya kehidupan), atau lebih kita kenal dengan judul Gaudeamus Igitur yang artinya “karenanya marilah kita bergembira”, merupakan lagu berbahasa latin yang sering dinyanyikan pada acara akademik di Eropa dan sebagai anthem dalam upacara kelulusan di Barat. Pada zaman dahulu di Jerman juga menjadi lagu perjuangan kebebasan akademi.

Martya Rahmaniati mengatakan bahwa melodi lagu ini terinspirasi oleh lagu abad pertengahan, Bishop of Bologna ciptaan Strada. Saya kemudian mencari di Youtube lagu bishop of bologna yang artinya Keuskupan Agung Bologna, tapi tidak ketemu. Bologna sendiri adalah sebuah nama kota di Italia.

Berdasarkan yang saya temui di The Latin Library, Gaudeamus Igitur memiliki tujuh bait lirik. Yang menarik bagi saya adalah arti dari lagu tersebut. Pada bait pertama terkandung ajakan untuk menikmati hidup sebelum mati: Nos habebit humus. Pada bait ke-dua dan tiga diperjelas lagi tentang kematian, bahwa hidup sangatlah singkat dan tidak ada satupun orang yang bisa menghindar dari kematian.  Bait selanjutnya menggambarkan isi hati mahasiswa yang dicemooh dan memberikan kobaran semangat kepada para pelajar, perempuan, orang-orang yang telah bekerja keras, harapan tentang sebuah tatanan negara, dan penolakan pada hal-hal yang menyedihkan di dunia ini. Karenanya marilah kita bergembira. Cheers!!

Terlepas dari pro dan kontra lagu tersebut, tiga bait awal terasa sangat kontemplatif. Kenapa harus kematian yang menjadi pengantar lagu tersebut?. Gaudeamus seolah membawa pemaknaan bahwa apapun status kita, setinggi apapun capaian pembelajaran kita, mati adalah hal yang pasti akan kita hadapi.

Simpelnya begini, kita baru saja lulus kuliah nih. Di sesi wisuda kita mengenang masa-masa berjuang untuk belajar, kerja keras bagai quda, begadang bikin tugas, ditambah label mahasiswa sebagai agent of change harus memikirkan nasib rakyat, kondisi negara yang para pejabatnya korupsi, belum lagi pengalaman saat KKN dikatain mahasiswa gak berguna, duh sakit.

Dari semua kenangan itu, Rektor ngasih sambutan kepada kita semua dengan prolog tentang kematian. Rektor mau nyadarin kita nih kalo suatu hari nanti kita semua akan mati. Adoh kasiang eh, lagi bahagia merayakan kelulusan malah diingetin tentang kematian. Kan syedih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun