Tari Suwung adalah sebuah karya seni yang penuh makna dan keindahan, menggambarkan keunikan dan kedalaman budaya Nusantara. Nama "Suwung" diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti rasa hampa. Tarian ini menggunakan properti berupa boneka jailangkung, yang seringkali dipandang dengan nuansa mistis. Namun, dalam tari ini, jailangkung hadir bukan untuk mengundang unsur mistis, melainkan untuk menyampaikan pesan bahwa boneka tersebut tidak selamanya harus dianggap tabu atau menakutkan.
Dalam Tari Suwung, jailangkung berperan sebagai simbol teman dalam kesepian. Penari mengekspresikan kegelisahan dan kerinduan akan kehadiran seorang sahabat imajiner melalui gerakan-gerakan dinamis yang menghiasi panggung. Gerakan ini mencerminkan pencarian seorang teman sejati yang dapat menemani dalam sepi dan kesendirian.
Lebih dari sekadar pertunjukan seni, Tari Suwung mengandung pesan mendalam bagi generasi muda. Tarian ini mengingatkan pentingnya bersosialisasi dan membangun persahabatan yang nyata. Dalam dunia yang serba digital dan sering kali membuat kita terjebak dalam dunia maya, Tari Suwung mengajak kita untuk tidak terjebak dalam ilusi semata.
Melalui Tari Suwung, penonton diajak untuk menggali kembali kearifan lokal, memahami bahwa nilai-nilai tradisional dapat memberikan perspektif baru dan inspirasi. Tarian ini adalah ajakan untuk melihat keindahan di balik hal-hal yang selama ini dianggap mistis, dan merayakan kekayaan budaya Nusantara dengan cara yang unik dan penuh makna.
Asal Usul
istilah "Jailangkung" diduga berhubungan dengan sebuah Kepercayaan tradisional Tionghoa yang telah punah yang bernama Cay Lan Gong,kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi “jailangkung”.Oleh orang Jawa, permainan Jailangkung dikenal dengan sebutan "nini thowong" atau Permainan ini tidak hanya dikenal sebagai permainan tradisional anak-anak, tetapi juga dilakukan sebagai usaha menjaga keselamatan desa dan menolak bala.
Ritual
arena sifatnya yang berupa ritual yang memanggil dan berkomunikasi dengan makhluk halus, permainan jailangkung yang awalnya sekadar permainan kemudian berkembang memunculkan mitos-mitos hantu atau kesurupan sebagai imbas untuk orang yang memainkan permainan ini. Mitos tersebut umumnya adalah bila permainan ini diakhiri tanpa melepas atau berpamitan dengan makhluk halus yang masuk ke dalam boneka, makhluk halus tersebut dapat menjadi marah dan dapat membuat masalah untuk para pemang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H