Ringkasan Eksekutif :
Meskipun tidak termasuk dalam 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP), Provinsi Lampung menunjukkan tren pertumbuhan yang positif dalam industri pariwisatanya. Jumlah kunjungan wisatawan ke Lampung meningkat dari 10.925.704 pada tahun 2022 menjadi 13.760.697 pada tahun 2023, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Peningkatan ini menunjukkan daya tarik pariwisata Lampung yang semakin meningkat karena upaya promosi pemerintah dan peningkatan fasilitas dan aksesibilitas ke tempat wisata. Salah satu indikator makro yang dapat digunakan untuk menilai kinerja perekonomian secara riil adalah pertumbuhan ekonomi. Perekonomian Lampung tumbuh sebesar 4,55% pada tahun 2023, lebih tinggi dari tahun 2022 sebesar 4,28% . Peningkatan aktivitas mobilitas masyarakat dan jumlah wisatawan yang datang ke Lampung adalah penyebab utama pertumbuhan ini (BPS Lampung, 2023).
Meskipun ada banyak potensi yang tersedia, kemajuan sektor pariwisata Lampung masih menghadapi beberapa kendala, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan SDM. Menurut Sari et al. (2024), terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan ; yaitu rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran mereka dalam pengembangan pariwisata, Keterbatasan akses terhadap teknologi dan informasi modern, kurangnya kualitas masyarakat dalam sektor wisata. Rekomendasi yang diberikan terhadap masalah ini adalah berupa; Program peningkatan kesadaran masyarakat, Strategi peningkatan akses teknologi, Pengembangan kualitas sumber daya manusia, dan Bantuan modal usaha.
Latar belakang :Â
Indonesia, sebagai negara kepulauan yang luas dan kaya akan sumber daya alam serta budaya, memiliki potensi pariwisata yang sangat besar. Keindahan alam yang memukau, keragaman budaya yang unik, dan keramahan masyarakatnya menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi wisata yang paling diminati di dunia (Yoeti, 2008, dalam Yanto & Al Ammaru, 2024). Menurut Bank Indonesia, sektor pariwisata merupakan salah satu pilar utama dalam mendongkrak devisa negara, berkat sumber daya yang melimpah dan beragam yang tersedia di dalam negeri. Hal ini mencakup tidak hanya Sumber Daya Manusia (SDM), tetapi juga letak geografis yang strategis, serta kekayaan budaya dan kuliner yang menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara (Rahma, A. A., 2020).
Sektor pariwisata di Indonesia telah memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menciptakan lapangan kerja yang luas, sehingga berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendapatan asli daerah (PAD) sebagian besar dihasilkan oleh sektor pariwisata pada tingkat daerah tertentu, menurut data (Setiawan, 2013, dalam Anggarini, D. R., 2021). Pariwisata mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui berbagai sektor bisnis seperti akomodasi, restoran, transportasi, dan perdagangan.
Meskipun tidak termasuk dalam 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP), Provinsi Lampung menunjukkan tren pertumbuhan yang positif dalam industri pariwisatanya. Jumlah kunjungan wisatawan ke Lampung meningkat dari 10.925.704 pada tahun 2022 menjadi 13.760.697 pada tahun 2023, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Peningkatan ini menunjukkan daya tarik pariwisata Lampung yang semakin meningkat karena upaya promosi pemerintah dan peningkatan fasilitas dan aksesibilitas ke tempat wisata. Salah satu indikator makro yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian secara riil adalah pertumbuhan ekonomi. Tahun 2023, ekonomi Lampung tumbuh sebesar 4,55%, meningkat dibandingkan tahun 2022, yang hanya tumbuh 4,28%. Dua penyebab utama pertumbuhan ini adalah peningkatan aktivitas mobilitas masyarakat dan jumlah wisatawan yang datang ke Lampung (BPS Lampung, 2023).
Lampung memiliki potensi wisata yang beragam, mulai dari wisata alam, budaya, hingga sejarah. Objek wisata seperti Krakatau, Pahawang, dan Taman Nasional Way Kambas menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Dari sudut pandang ekonomi, pengembangan pariwisata di Lampung diharapkan dapat memberikan delapan keuntungan, termasuk peningkatan kesempatan berusaha, penciptaan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan (Yoety, 2008, dalam Adji, Gunarto, & Ratih, 2022).
Namun, meskipun potensi yang ada sangat besar, tantangan dalam pengembangan sektor pariwisata di Lampung masih perlu diatasi. Infrastruktur yang belum sepenuhnya memadai, kurangnya promosi yang efektif, serta perlunya pelatihan bagi SDM lokal menjadi beberapa isu yang harus diperhatikan. Oleh karena itu, pengembangan masyarakat dalam sektor pariwisata menjadi sangat penting untuk meningkatkan ekonomi daerah, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Melalui kebijakan yang tepat dan partisipasi aktif masyarakat, sektor pariwisata di Lampung dapat berkembang menjadi salah satu sumber pendapatan yang andal dan berkelanjutan.
Identifikasi Masalah :
Pengembangan sektor pariwisata di Provinsi Lampung menghadapi sejumlah tantangan yang signifikan, terutama terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari et al. (2024), terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan:
- Masyarakat kurang menyadari peran mereka dalam pengembangan pariwisata. Banyak masyarakat belum menyadari bahwa keterlibatan aktif dan pengelolaan yang baik dapat membawa manfaat ekonomi yang signifikan bagi desa mereka, menurut Sari et al. (2024).
- Keterbatasan akses terhadap teknologi dan informasi modern juga menghambat kemampuan masyarakat untuk mempromosikan dan mengelola pariwisata secara efektif. Dalam era digital saat ini, kemampuan untuk memanfaatkan media sosial, platform pemasaran online, dan teknologi informasi lainnya sangat penting untuk menarik wisatawan. Tanpa akses yang memadai, masyarakat tidak dapat bersaing dengan destinasi lain yang lebih maju dalam hal promosi dan pemasaran.
- Kualitas tenaga kerja manusia yang terlibat dalam industri pariwisata merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi. Banyak karyawan dan masyarakat lokal tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengelola kegiatan pariwisata secara profesional. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan pelatihan pariwisata, yang membuat masyarakat tidak mampu mengelola potensi yang ada. Herawati (2022) mencatat bahwa salah satu penghambat utama dalam pengembangan objek wisata adalah "kurangnya kualitas sumber daya atau pegawai".