Teringat dari cerita yang pernah dialami seorang teman bermukim di salah satu desa tingkat Kabupaten di Indonesia. Peristiwa ini terjadi sekitar pada tahun 2021 silam ketika saya berkunjung ke rumahnya, teman saya ini sebut saja dengan Yadri (35/karyawan swasta). Bermula teman saya baru 3 bulan bermukim di desa tersebut dikarenakan menikahi warga desa asli.Â
Ada yang janggal menurut dia karena selama ini dia tidak pernah mengalaminya, kehilangan barang yang menurut dia yang tak lajim orang untuk kehilangannya, yaitu celana dalam milik istrinya. "Lumrah" adalah kata dalam bahasa Indonesia yang berarti sesuatu yang biasa, wajar, atau tidak aneh. Sesuatu yang "lumrah" adalah hal yang terjadi atau dianggap normal dalam kehidupan sehari-hari, atau sesuai dengan kebiasaan yang umum.
Contoh:
*"Kehidupan di kota besar dengan kemacetan sudah menjadi hal yang lumrah."
*"Mereka merasa bahwa saling membantu adalah hal yang lumrah di komunitas ini."
Perbuatan pelaku ini sungguh diluar nalar menurutnya, akan tetapi menurut penduduk asli di sini malah peristiwa itu yang tidak asing. Menurut salah satu alasannya sambung ceritanya, pelaku melakukan perbuatannya adalah salah satu bagian ritual yang mengandung mistis yakni mempelajari ilmu pelet, kebatinan, maupun sebagai "syarat" penglaris. Namun menurut Yadri itu perbuatan yang tidak beralaskan logika dan termasuk pelanggaran hukum karena menghilangkan barang milik orang lain. Kemudian terjadi perbenturan oleh istrinya sendiri antara hal yang lumrah baginya dengan nilai hukum menurut teman saya.Â
Menurut saya dalam kasus ini saya melihat sudut pandang hukum menggunakan perspektif kepastian hukum atau positivisme hukum dengan prinsip hukum adat ataupun kebiasaan penduduk wilayah tersebut. Kemudian yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis metode yang saya gunakan.Â
Hasil dari contoh kasus di atas jelas menggunakan Pradigma Positivisme, dengan ontologinya adalah sebuah realitas (hukum). Adapun hukum yang dipakai ialah Pasal 362 KUHP. Dengan isi Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang pencurian biasa.Â
Pasal ini menyatakan bahwa barang siapa yang mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, maka diancam dengan hukuman penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp900. Kemudian unsur-unsur pencurian dalam pasal 362 KUHP adalah mengambil barang, barang yang diambil merupakan milik orang lain, baik seluruhnya atau sebagian serta pengambilan barang dilakukan dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum.
Lalu jika dilihat dari pentingnya pemahaman tentang konteks sosial dan budaya dalam hukum Indonesia menjadi sangat relevan. Hukum yang tidak hanya bersifat formal, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai lokal, akan lebih mudah diimplementasikan dan dihormati.Â
Bukankah kita diajarkan bisa melalui jalur secara kekeluargaan sebelum menempuh jalur hukum, ini adalah win win solution. Kemudian harusnya pihak berwenang (pemangku adat) dapat mendampingi memberikan penalaran secara komperhensif, alasan kenapa pelaku melakukan perbuatan tersebut.
Demikian salah satu contoh kasus atau fenomena yang terjadi di masyarakat. Dalam hal ini pelaku secara bukti nyata dengan keberadaan saksi-saksi sudah terungkap. Untuk lebih detail alasannya pelaku ataupun bagaimana kronologisnya, mohon maaf tidak saya informasikan.
Refrensi :
Diktat PIH universitas Salakanagara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H