Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Rusia Membuka Mata Ukraina Betapa Jahatnya Amerika dan Nato

6 Maret 2022   06:00 Diperbarui: 6 Maret 2022   14:00 1946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar tribune.pk

Sejak ibu mereka tiada, Rusia memposisikan diri sebagai kakak yang bersusah payah dan terus menjaga Ukraina--sang adik--yang dipandangnya masih kecil dan butuh pendampingan. 

Rusia tak ingin adiknya salah gaul dan mendapat celaka. Bagaimanapun, Rusia tetap ingin adiknya tetap dalam marwah sebagai satu keluarga dari ibu kandung mereka.

Sejak Ibu mereka tiada,  Adik dan Kakak ini beda rumah, namun berdekatan. Mereka bertetangga samping rumah yang hanya dibatasi pagar seadanya.

Seiring berjalannya waktu,  sang Adik makin besar, tambah pinter dan mulai nakal. Area bermainnya jauh sampai di pagar bagian depan rumah. Sang Adik juga sudah berani kencing di pagar itu, padahal rumah Adik dan Kakak itu punya toilet bagus yang disediakan mendiang Ibu mereka. 

Sang Adik juga tak segan membalas sapa rombongan orang asing atau orang yang lewat yang melambaikan tangan. Tak hanya itu, sang Adik berani ngobrol lama dengan kumpulan orang asing itu di pagar depan rumahnya.

Mereka terlihat akrab. Penuh canda. Sesekali sebagian kaki sang Adik melewati pagar, dan gerakan tubuhnya seolah akan melompat pagar mengikuti gerak tubuh kumpulan orang baru itu. 

sumber gambar ; pinterest.com
sumber gambar ; pinterest.com

Sejak awal, sang Kakak sudah memantau dengan cemas pergerakan sang Adik di balik jendela rumahnya. Pandangannya menembus pagar. Samar-samar didengarnya pembicaraan sang Adik dengan kumpulan orang asing itu. 

Isi pembicaraan yang tertangkap adalah ajakan para orang asing itu kepada sang Adik untuk pindah rumah ke komplek mereka. Sang Adik ditawarkan banyak permainan baru yang menarik, serta kebebasan memainkannya. 

Sebenarnya, sang Kakak berkali-kali meneriakkan sang Adik untuk tak menghiraukan para orang asing itu. Dimata sang Kakak, para orang asing itu berniat tidak baik pada sang Adik. Sang Kakak kuatir sang Adik akan melupakan marwah keluarga besar dari mendiang Ibunya.

Bahkan sang Kakak pernah mengambil sebagian barang milik sang Adik yang terletak di dekat pagar pembatas rumah mereka. Tujuan sebenarnya adalah untuk menarik perhatian sang Adik agar tidak nakal, lebih berhati-hati, dan tidak sembarangan berteman dengan para orang asing tersebut.

Namun sang Adik tak menghiraukan teriakan peringatan sang Kakak. 

Kesabaran sang Kakak pun habis, lalu dia keluar rumah dan melompat pagar kemudian masuk ke rumah sang Adik.

Sang Adik tersadar lalu buru-buru masuk rumahnya karena sang kakak menguasai rumahnya. Mereka terlibat keributan besar, sampai timbul perkelahian. Banyak barang di dalam rumah sang Adik jadi rusak.

Sang Adik berani melawan sang Kakak karena tersinggung, merasa terancam dan terhina rumahnya dimasuki secara kasar. Dia bertindak mempertahankan kehormatannya, dan berusaha mengusir sang Kakak yang murka.

Dalam pikiran sang adik, rumah itu adalah miliknya. Tak ada orang lain boleh memasuki dan merusak barang-barang di dalam rumahnya. Bahkan kakaknya pun dilawannya demi kehormatan.

Melihat keributan Kakak--Adik di dalam rumah sang Adik itu, para orang asing bukannya membantu sang Adik, melainkan hanya nonton sambil berceloteh tak tentu arah. Padahal sang Adik secara implisit dan eksplisit sangat berharap bantuan dari kumpulan orang asing yang tadinya sudah dikenalnya tersebut.

Bukannya bantuan nyata yang didapatkannya dari kumpulan orang asing tadi, melainkan sebuah pembiaran.  Ternyata mereka 'keder" atau sangat takut pada si Kakak yang sedang murka, lalu kabur ke rumah masing-masing. 

Kakak--Adik berantem disaksikan banyak orang. Para tetangga jauh datang namun hanya jadi penonton sembari berkomentar tak jelas.

Sang Adik terus melawan sang Kakak sembari berharap banyak orang bisa membantu. Namun sampai hari ini, hampir tak ada yang berani masuk ke rumahnya untuk menindak sang Kakak. 

Disisi lain, sang Adik tak mampu menangkap petanda-pertanda dari sang Kakak bahwa betapa jahatnya para orang asing tadi. Buktinya tak satupun dari mereka membantu sang Adik di situasi sulit itu. 

---- 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun