Perubahan kode-kode genetik tersebut secara tidak sadar menjadikan ideologi literasi seorang Felik Tani tak mudah begitu saja atau tidak mungkin lagi diubah seperti sedia kala karena begitu banyak membran dan matriks yang hilang dan tak lagi terletak di bagian awal. Â Pada titik simpulan inilah ketidakpercayaan saya pada nazar Felix Tani.
Atas nama "hakekat diri"-nya itu maka akan menjadi sebuah kesia-siaan seorang Felix Tani menguras begitu banyak energi dirinya dan energi para Kompasianer lainnya yang mungkin dalam selang waktu tertentu mampu menemaninya. Namun selanjutnya mereka akan kelelahan dan beranjak pergi.
Dalam konstelasi apapun, Kompasiana tidak akan kehilangan apapun yang dimiliknya. Hal ini penting dipahami  seluruh Kompasianer. Pasukan Eternals Kompasianer yang tampak abadi sekalipun bisa hilang panggung dan mati ketika sum-sumnya tersedot rasa kesia-siaan. Sementara Kompasiana laksana Arishem dalam jagat ruang dan waktu.Â
Memang dengan skor 4;1, Timnas Indonesia tampak unggul atas Myanmar. Tetapi permainan Timnas Indonesia  tidak menunjukkan keistimewaan sebuah tim hebat hasil olah latih coach Shin Tae-yong. Taktikal dan kekuatan fisik mereka masih business as usual. Untunglah ini hanya pertandingan ujicoba, masih ada waktu berbenah sebelum memasuki laga Piala AFF 2021.
Demikianlah catatan saya di Kompasiana ini sebagai tulisan terakhir. Selamat merayakan Kompasianival 2021. Saya bangga pernah di luar panggung kehormatan menjadi bagian hiruk pikuk dan kegembiraan Kompasianival.Â
Jangan lupa dukung terus Timnas Indonesia. Kalau kemudian Timnas Indonesia menjadi juara piala AFF 2021, aku sih rapopo...
----
Peb, penulis muda yang berbakat serta bakal calon admin. Heu heu heu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H