Liga 1 Indonesia belum lama dimulai, yakni hari Jumat, 27 Agustus 2021. Ini jadi catatan sejarah. Awal dari kehidupan kompetisi sepakbola nasional usai mati suri selama hampir 2 tahun.
Publik pecinta bola nasional menyambutnya dengan antusias. Ini akhir penantian panjang, setelah lama berpuasa menikmati kasta tertinggi kompetisi Indonesia akibat pandemi Corona yang belum kunjung usai.
Walau nama dan format pertandingan sudah berubah mengikuti dinamika bisnis dan kondisi global terkait pandemi, namun tak mengurangi kenikmatan kompetisi itu sendiri.Â
Kini namanya BRI Liga 1 Indonesia, setelah pergantian sponsor utama dari Shopee ke Bank BRI. Jadi, BRI berhak mengajukan nama kompetisi sesuai cooporate image BRI di mata publik secara luas.
Format kompetisi pun diluar kebiasaan, namun sudah umum dilakukan di negara-negara lain di dunia. Ini sistem baru sebagai kenormalan baru kehidupan era pandemi.
Format kompetisi yang digunakan adalah bubble to bubble, dan tanpa kehadiran penonton/supporter di dalam dan sekitar stadion. Bubble awal digelar 3 pertandingan dalam rentang waktu 27-29 Agustus, kemudian dilakukan evaluasi terhadap jalannya pertandingan serta kondisi masyarakat pendukungnya, khususnya para supporter aktif.
Format bubble ini analog dengan seri dalam kompetisi yang panjang. Didalamnya termuat beberapa bubble, dan evaluasi yang menyertainya.
Format ini punya titik kritis terhadap keberlangsungan kompetisi, semuanya tergantung komitmen kedisiplinan semua pihak di kompetisi tersebut, baik pihak klub, pemain, panitia, dan khususnya para supporter fanatik setiap klub.
Kalau di internal klub dan panitia relatif mudah diurus karena ada sistem manajemen dan kontrol yang ketat. Tapi hal-hal di luar itu yang sulit, khususnya pada para supporter fanatik klub.
Walau mereka tidak datang langsung ke stadion, namun para supporter klub tersebar di ruang publik yang luas yang berpotensi menimbulkan kerumunan dari kegiatan nonton bareng siaran'live' di suatu tempat ketika klub kesayangannya bermain. Â