Baliho politisi berupa foto diri beberapa tokoh politik berukuran besar kini marak terpajang di simpang dan tepian jalan utama di berbagai kota dan desa. Bukan hanya ukuran balihonya saja yang besar, namun juga gambar wajah di dalam baliho itu seakan memenuhi baliho.
Baliho politisi yang tampak menonjol adalah yang bergambar wajah Puan Maharani dari Partai PDIP, Erlangga Hartarto dari Partai Golkar, Agus Harimurti Yudhoyono dari Partai Demokrat, dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dari Partai PKB.Â
Disaat maraknya baliho politisi itu, suasana batin rakyat di berbagai wilayah sedang muram karena pandemi Corona yang sudah berlangsung lama.Â
Selain "ketakutan" terpapar virus Corona 19, ruang gerak dibatasi aturan PPKM, relasi sosial budaya yang seolah dipaksa untuk berubah, rakyat juga menderita secara ekonomi. Hal itu membuat rakyat jadi sangat sensitif sehingga emosinya mudah tersulut kemarahan, kekecewaan, atau sikap apatis terhadap pemerintahan Jokowi---yang saat ini giat melakukan berbagai upaya penyelamatan.
Foto diri politikus menampilkan wajah cerah, segar, tersenyum dan tampak energik. Hal itu memuat suatu makna dan pesan tertentu di tengah penderitaan rakyat kecil yang sedang mengalami pandemi Corona secara masif.Â
Pemaknaan publik secara "nyinyir" (negative thinking) mengatakan para politisi itu tidak peka penderitaan rakyat. Rakyat dibuat muak dan kesal. Wajah tersenyum seolah "mentertawakan" rakyat yang sedang menderita. Wajah tersenyum itu dimaknai sebagai sikap tidak empati---yang menjauhkan diri dari rasa kebersamaan.
Namun secara positif thinking, senyum politisi di tengah penderitaan rakyat bisa juga dimaknai sebagai bentuk perhatian tokoh elit politik terhadap rakyat. Mereka diajak untuk tetap optimis menghadapi penderitaan selama pandemi Corona
Rakyat diyakinkan bahwa mereka masih punya pemimpin yang kuat, energik, dan optimis mampu membawa rakyat keluar dari penderitaan.
Bayangkan bila rakyat sedang menderita dan berwajah muram, kemudian pemimpinnya juga ikut-ikutan berwajah muram, tanpa spirit optimisme maka akan tercipta pandangan dan suasana di ruang publik kota yang tampak muram sehingga rasa penderitaan itu makin terasa berat.
Baliho politisi dengan foto wajah--yang sudah diedit sedemikian rupa agar menarik---seolah merupakan representasi perhatian dan kedekatan politisi dengan rakyat yang sedang menderita.
Besarnya baliho politisi memuat agenda "menjadikan memori rakyat dipenuhi ketokohan si Politisi". Masifnya multi tafsir dan emosi rakyat terhadap penampakan foto wajah tersenyum si Politisi itu di ruang publik makin memperkuat penetrasi si Tokoh ke dalam memori rakyat!Â
Para politisi itu punya agenda besar yakni menjadi bakal calon presiden masa depan usai pemerintahan Presiden Jokowi yang akan berakhir tahun 2024. Jadi sejak jauh hari, mereka ingin agar rakyat mengingat mereka.Â
Hal yang jadi pertanyaan, apakah foto wajah itu efektif membangun citra positif para politisi tersebut? Mengapa yang ditampilkan di baliho bukan daftar alamat crisis center terdekat milik si tokoh politik agar rakyat bisa mendatanginya untuk mendapatkan bantuan darurat terkait Pandemi Corona?
Bila hal itu dibuat dan dikerjakan para politisi maka azas manfaatnya bisa langsung dirasakan rakyat, sekaligus menjadi stimulus yang kuat untuk menciptakan daya ingat publik terhadap si Tokoh Politik. Hutang budi rakyat kepada si Politisi akan menjadi memori abadi, yang akan diturunkan rakyat kepada orang-orang terdekat.
Ketika rakyat membutuhkan pelayanan kesehatan seperti test swab, vaksin, oksigen, ambulance, bahkan sampai peti mati dan sembako dan lain-sebagainya maka rakyat tinggal melihat ke baliho besar di pinggir jalan untuk mengetahui alamat terdekat dari tempat tinggalnya agar bisa mendapatkan bantuan dari tim kerja si Politisi.
Biaya pembuatan dan pemasangan baliho politisi tentu tidak sedikit. Namun demi agenda tersembunyi maka para politisi itu melakukannya.
Dengan baliho dipenuhi wajah senyum tersebut maka si Politisi ingin selalu diingat rakyat melalui keseruan dan masifnya multi tafsir di ruang publik.Â
Cara ini dipandang lebih hemat dibandingkan membuat posko crisis center di berbagai tempat/lokasi di dalam satu wilayah dan kota.
Politik memang butuh stratagi dan perhitungan ekonomi yang jitu dengan menjadikan penderitaaan rakyat sebagai panggung dan cara efektif dan efesien membangun memori.
---Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H