Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Jerman Tertipu Inggris yang Bermain di Luar Pakem

30 Juni 2021   06:11 Diperbarui: 1 Juli 2021   10:39 22369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bek Jerman Robin Gosens (C-R) menyundul bola saat pertandingan sepak bola babak 16 besar UEFA EURO 2020 antara Inggris dan Jerman di Stadion Wembley di London pada 29 Juni 2021. Andy Rain / POOL / AFP. tribunnews.com

Pelatih Inggris  Gareth Southgate menang perjudian laga Inggris versus Jerman. Pada tingkatan filosofis, ini bukan hitungan teknis untung-rugi, melainkan soal keberanian dan kepasrahan. 

Gareth Southgate pantas kegirangan. Bahkan kalau mau, usai laga yang dimenangkan tim Inggris 2 : 0 dia boleh saja berlari keliling lapangan sambil teriak sepuasnya.

Tapi Gareth Southgate tidak lakukan itu, karena dia paham betul bahwa seorang Pejudi yang mahir tak boleh menunjukkan emosi berlebihan di depan publik. Baik saat menang maupun kalah. Hal itu tabu. Menyalahi kodrat Pejudi. Semua kartunya bisa dibaca banyak lawan yang gusar.

Inggris dan Jerman satu level di pentas sepakbola dunia. Antar para pemain kedua tim besar itu sudah saling kenal dalam persaudaraan pemain elit Eropa dan dunia. Bukan cuma saling tahu gaya hidup dan teknik bermain, bahkan bisa jadi sampai ukuran dan warna favorit celana. 

Lalu bagaimana cara mengalahkan, kalau semua sudah diketahui?

Bermainlah dengan cara diluar kebiasaan, bukan dengan pakem asli. Cara inilah yang digunakan pelatih Inggris, Gareth Southgate untuk memperdaya Joachim Löw si Pelatih tim Jerman.

Bek Jerman Robin Gosens (C-R) menyundul bola saat pertandingan sepak bola babak 16 besar UEFA EURO 2020 antara Inggris dan Jerman di Stadion Wembley di London pada 29 Juni 2021. Andy Rain / POOL / AFP. tribunnews.com
Bek Jerman Robin Gosens (C-R) menyundul bola saat pertandingan sepak bola babak 16 besar UEFA EURO 2020 antara Inggris dan Jerman di Stadion Wembley di London pada 29 Juni 2021. Andy Rain / POOL / AFP. tribunnews.com
Gareth Southgate paham ini berbahaya karena kalau para pemain Inggris tidak solid menjalankannya, justru jadi titik kelemahan tim. Mereka bukan saja mudah ditembus, tapi akan terlihat seperti kumpulan pemain amatiran yang baru belajar bermain bola.

Pakem asli permainan Inggris adalah 'Kick and Rush'. Gaya permainan dengan 'Long Pass'  jadi andalan jejaring antar pemain yang saling berjarak jauh. Adu sprint dengan lawan, dan pemanfaatan lebar lapangan secara maksimal. Kecepatan dan kekuatan fisik pemain jadi kunci utama.

Pakem itu sudah dibaca pelatih Jerman, Joachim Löw sejak lama. Dia sangat hapal, dan sudah menyiapkan virus mematikan pakem itu.

Lalu, dia bikin program untuk dilaksanakan para pemain Jerman. Program itu terpatri dibenak para pemain Jerman yang "bermental baja"  dan berdisiplin tinggi pada program. Layaknya sebuah Der Panzer, melabrak secara liner segala benda di depannya dengan kacamata kuda. Gaya panzer ini punya daya penghancur yang luar biasa! 

Gaya Panzer  sangat efektif membunuh gaya "Kick and Rush" ala Inggris yang bersifat linier.

Gareth Southgate paham cara kerja Der Panzer. Dan tahu betul "Kick and Rush" akan jadi obyek empuk yang mudah dilindas Panzer. Sekuat dan secepat apapun pemain Inggris dalam pakem ritual aslinya, pakem sepakbola Inggris.

Gareth Southgate paham satu kelemahan Panzer, yakni sulit bermanuver cepat bila didekati lawan, dan bingung bila lawan bolak-balik menari di sekelilingnya. Dari sinilah Gareth Southgate mulai menyusun taktik. Sebuah cara lain diluar pakem Inggris. 

Perubahan taktik ini sama sekali tak diketahui Joachim Löw dan para pemain Jerman. Mereka sudah terlanjur nyaman berada didalam program "maju melindas" ala Panzer yang sangat detail dan terukur. Inilah awal malapetaka Jerman. 

Inggris bermain pendek. Jarak pemain saling dekat. Tak ada penyusuran garis putih sepanjang tepi lapanga. Bola digiring langsung mendekat gari 16 menuju 12. Disana pemain-pemain Inggris berkumpul, berdekatan saling berkirim dan menerima umpan. Seperti menari di sekitar badan besar Panzer.

Lihat saja jarak tiga pemain belakang, Kyle Walker, Harry Maguire, dan John Stone tak pernah saling berjauhan. Mereka terkoneksi dekat dengan dua gelandang Kalvin Phillips dan Declan Rice yang siap mengalirkan bola kepada tiga pemain depan  yakni Bukayako Saka, Raheem Sterling, dan Harry Kane. Semua lini terkoneksi jarak dekat, dengan cara yang cepat. 

Alhasil, permainan Inggris seperti mengadopsi gaya Tiki-Taka ala Spanyol masa lalu. Gaya itu pernah berjaya mengantarkan Spanyol juara Eropa tahun 2008, dan 2012, serta jadi juara Dunia tahun 2010. Ini masa keemasan Tiki-Taka. 

para pemain Inggris merayaka kemenangan atas Jerman, sumber gambar bola.net
para pemain Inggris merayaka kemenangan atas Jerman, sumber gambar bola.net
Pemain Jerman jengah. Mereka bingung karena semua itu diluar Program. Sementara Joachim Löw tak segera mengubah taktik karena terlalu yakin dengan kekuatan Panzer. Jerman sudah siap fisik prima untuk melayani pakem Inggris ; diajak sprint, menyongsong bola-bola panjang, dan bermain menyusuri sepanjang sisi tepi lapangan. 

Dua gol kemenanganan Inggris atas Jerman terbukti dari olah taktik Tiki-Taka. Bukan dari Kick and Rush! 

Sementara para pemain Jerman sejak awal bermain sudah sangat siap menang walau dibuat lelah diajak Inggris adu lari cepat.  Namun sampai pluit akhir ditiup wasit,  para pemain Jerman tak merasa lelah. Mereka masih segar. Tak ada adu lari yang spartan sesuai kode-kode program. 

Tak merasa lelah membuat para pemain Jerman merasa pertandingan masih lama selesai. Mereka baru sadar ketika wasit meniup peluit panjang, dan menyaksikan angka di papan skore dan para pemain Inggris yang berpelukan.

Peristiwa kekalahan saat badan masih segar sangat menyakitkan karena serasa belum berjuang sampai titik peluh penghabisan. 

---- 

Peb30/06/2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun