Kebobolan 4 gol terlalu besar, dan kalau dipikir hampir mustahil terjadi pada Portugal untuk sebuah kekalahan terhadap tim manapun di Euro 2020. Tapi tim "Der Panzer" Â Jerman bisa lakukan itu. Mereka layak tersenyum. Peringkatnya jadi naik ke urutan kedua di grup F, di bawah Perancis yang nonkrong di puncak klasmen. Sementara Portugal terlempar ke urutan ketiga--di bawah Jerman---karena kalah Head to Head.
Jerman harus berterimakasih pada dua pemain Portugal yakni Ruben Dias dan Raphael Guerreiro yang "berbaik hati" membobol gawang sendiri, masing-maing pada menit 35 dan 39 untuk kemenangan Jerman.Â
Ini bukan skandal sepakbola. Tidak ada uang suap atau iming-iming hadiah lainnya. Kedua pemain Portugal itu memberikan secara gratis lewat "insiden" gol bunuh diri.Â
Walau rugi besar, Portugal tidak kemudian menghukum Ruben Dias dan Raphael Guerreiro. Dalam laga sepakbola, hal itu lumrah terjadi. Itulah enaknya gol bunuh diri. Pelakunya aman.
Kalau saja kedua pemain itu tidak memberikan hadiah gol gratis, bisa jadi laga Big Match Euro 2020 itu berakhir seri 2 :2. Â Pemain Jerman hanya murni mencetak dua gol ke gawang Portugal, dan Potugal pun murni hanya mencetak dua gol ke gawang Jerman. Bahkan Portugal terlebih dahulu membobol gawang Jerman lewat kaki Ronaldo, sang Mega Bintang.
Kemenangan Jerman merupakan konsekuensi logis dari taktik permainan mereka yang lebih banyak inisiatif penyerangan. Sungguh tidak adil kalau tim yang terus menerus menyerang tapi mengalami kekalahan.
Sebaliknya tim Portugal menerapkan taktik bertahan, dengan harapan bisa mendadak melakukan serangan balik. Taktik ini gagal mereka terapkan secara disiplin sepanjang permainan, selain juga karena solidnya para pemain lini depan, tengah dan bawah tim Jerman.Â
Situasi tertekan menyebabkan permainan kocar-kacir, atau justru harus fokus menahan serangan. lengah sedikit bakal kebobolan. Kalau ceroboh di depan gawang sendiri maka bisa terjadi pinalti atau gol bunuh diri.
Pendukung Jerman, atau para hatters Portugal, khususnya terhadap Ronaldo melihatnya dengan cara lain. Bukan hal teknis yang jadi patokan, melainkan mithis--- yang dipaksakan atau biasa di sebut cocokologi.