Akhirnya babak final dalam 2 leg event Menpora Cup mempertemukan dua klub besar dan legendaris, yakni Persija Jakarta dan Persib Bandung. Ini adalah final ideal, dengan tanpa mengecilkan kapasitas klub-klub lain peserta turnamen yang sudah terlebih dulu tersisih.
Klub Persija Jakarta dengan julukan Macan Kemayoran dan Persib Bandung dengan julukan Maung Bandung merupakan musuh bebuyutan di blantika sepak bola negeri ini.Â
Pada event sepak bola apapun Persija gengsi dikalahkan Persib, sebaliknya Persib gengsi takluk ditangan Persija Jakarta. Kedua klub tersebut masing-masing "tak malu dan rela" dikalahkan klub lain, asalkan bukan dari musuh bebuyutannya.
Andaikan masing-masing klub itu bertanding dan kalah lawan klub divisi 2 Rans Cilegon FC yang baru dibeli artis Raffi Ahmad, Persija Jakarta maupun Persib Bandung masih bisa tidur nyenyak.Â
Banyak narasi bisa diciptakan untuk 'ngeles' atas kekalahannya. Tapi bila Persija Jakarta kalah lawan Persib Bandung atau sebaliknya, maka tak ada ruang dan kata mereka untuk narasi 'ngeles'. Heu heu heu...
Perseteruan keduanya bukan hanya pada tingkat teknis permainan dan manajemen klub, namun juga merambah secara kronis di kalangan pendukungnya, yakni Jakmania (Persija Jakarta) dan Bobotoh (Persib Bandung). Kedua pendukung tersebut sama-sama militan, dengan jumlah anggota yang besar.
Perseteruan kedua klub besar itu disebut-sebut sebagai perseteruan abadi, sulit didamaikan, dan menjadi "bahaya laten"--- walau sudah beberapa kali secara resmi didamaikan namun sewaktu-waktu bisa tumbuh lagi.
Namun uniknya bila pemain dari masing-masing klub itu dipanggil masuk tim nasional, mereka bisa bersatu dan akur membela Merah Putih. Tidak ada rivalitas seperti di klub. Inilah indahnya dunia rivalitas pemain sepak bola! Harusnya para pendukung masing-masing klub bisa berkaca dan belajar dari hal tersebut.
Dalam perjalanan sejarah sepak bola negeri ini, kedua klub memang layak masuk jajaran klub legendaris hingga kini. Mereka selalu berada dalam ring klub elit, walau ada masa-masa tertentu masing-masing pernah terpuruk dari Divisi Utama ke Divisi 1. Namun  mereka selalu bangkit untuk kembali masuk jajaran peringkat elit.Â
Mereka tak pernah hilang ditelan zaman! Bandingkan dengan klub lain, misalnya Perseman Manokwari, yang pernah jadi klub elit dan begitu disegani pada masa lalu namun kini tak pernah lagi muncul di jajaran elit sepakbola negeri ini.
Setelah era Perserikatan berakhir, Persib Bandung meraih dua gelar lagi yakni pada Liga Indonesia 1994-1995 dan Liga Super Indonesia 2014. Sampai saat ini, Persib masih eksis di Liga 1 sebagai kompetisi elite Indonesia. Â
Persija didirikan 28 November tahun 1928 pada era Hindia Belanda, dengan nama Voetbalbond Indonesish Jakarta (VIJ), kemudian sempat berubah menjadi Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ).Â
Persija juga tercatat sebagai klub pertama yang meraih gelar di era Perserikatan tahun 1931 saat masih menggunakan nama VIJ tersebut. Tahun 1951 berubah nama menjadi Persija Jakarta saat musim perserikatan pada tahun tersebut.
Sampai saat ini Persija Jakarta sudah meraih sembilan gelar kompetisi perserikatan, yakni pada musim 1931, 1933, 1934, 1938, 1953-1954, 1964, 1971-1973, 1973-1975, dan 1978-1979.
Selain itu juga tercatat empat kali meraih peringkat kedua pada musim 1932, 1952, 1975-1978, dan 1987-1988. Sejak era Perserikatan berganti Liga Indonesia, kemudian Liga Super Indonesia, sampai Liga 1, Persija meraih dua gelar yakni pada 2011 dan 2018. Jadi total peraihan gelar juaranya adalah 11 kali.
Pertandingan final Persija Jakarta vs Persib Bandung memang layak disebut sebagai Derbi Indonesia. Keduanya punya sejarah panjang, tempat kumpulan pemain-pemain terbaik dari berbagi daerah Indonesia (dan luar negeri) yang memiliki kapasitas mentalitas juara, skill yang mumpuni, serta team work yang baik sehingga jadi ramuan pertarungan yang enak dinikmati.
Final bebuyutan itu akan menjadi pertunjukan sebuah pertarungan klasik. Namun kali ini sejarah juga mencatat, tak ada rombongan pendukung militan kedua tim, baik Jakmania maupun Bobotoh yang berbondong-bondong ke stadion. Rombongan pendukung yang dahulu seringkali bikin ngeri karena berpotensi rusuh.
Momentum pertarungan klasik tanpa penonton di stadion bisa dijadikan cermin dan pembelajaran bahwa pertarungan bebuyutan yang aman, nyaman, dan lancar akan lebih enak dinikmati sebagai tontonan milik bersama.Â
Tontotan yang menghibur, penyembuh luka lama, membangkitkan rasa kebersamaan Indonesia. Itulah spirit Derbi Indonesia sesungguhnya.
----
Peb.22042021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H