"Biarpun urusannya ribet, proyek pemerintah itu duitnya pasti!"
Seorang PNS berinisial IN yang juga putra Bupati Majalengka, Jawa Barat, menembak kontraktor yang menagih sisa pembayaran utang pekerjaan proyek sebesar Rp 500 juta.Â
Utang tersebut sudah dibayarkan, namun IN masih tega juga menempak si kontraktor. Senjata yang digunakan berupa pistol kaliber 9 milimeter, yang kepemilikannya memiliki ijin resmi dari Perbakin (Persatuan Petembak Indonesia) sampai 10 Januari 2020.
Putera bupati itu menjabat sebagai Kepala Bagian Ekonomi dan Pembangunan (Kabag Ekbang) di kantor Pemda Majalengka. Terkait kasus penembakan tersebut, ayahnya menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berlaku.
Tentunya sanksi hukum telah menunggu IN bila kelak proses pengadilan menyatakan dia bersalah. Selain masuk penjara, besar kemungkinan dipecat dari status PNS. Lalu, apakah ayahnya selaku pribadi dan bupati akan mendapatkan sanksi hukum juga?
Sejauh tidak terkait secara langsung dengan kasus tentu saja tidak mendapatkan sanksi hukum. Namun demikian, karena si pelaku merupakan anak bupati dan seorang PNS---dimana ayahnya sebagai atasan tertinggi di pemda----maka mau tidak mau si Bupati tersebut terimbas sanksi sosial dari masyarakatnya. Citra sebagai orang nomor satu di Majalengka jadi tercoreng.
Masyarakat akan terus menyorot kasus tersebut, baik terhadap proses hukum maupun kinerja si Bupati dalam membina jajarannya, khususnya para pejabat yang menangani proyek pembangunan di wilayahnya.
Masalah tersebut sampai saat ini menjadi motif awal kasus penembakan. Namun demikian bukan tidak mungkin merembet pada persoalan lain yang lebih dalam terkait proses pengadaan proyek di lingkungan Pemda Majalengka yang sebelumnya tidak diperkirakan orang awam.
Bukan hal aneh bahwa proyek-proyek Pemda di banyak wilayah di Indonesia seringkali jadi persoalan klasik dari dulu hingga sekarang, baik dalam proses/tahap perencanaan, pelaksanaan hingga penyelesaian akhir.Â
Baik itu pada lingkungan internal pemda, entitas pelaksana (konsultan dan kontraktor), serta pada relasi jajaran Pemda dengan pihak pelaksana.
Dari berbagai macam alasan, ada satu alasan utama yang membuat para pelaksana proyek selalu ingin mengerjakan proyek pemerintah, yakni walau urusannya ribet, hampir pasti proyek yang sudah dikerjakan pihak konsultan/kontraktor dibayar pemerintah!Â
Tentunya bila pekerjaan berjalan sebagaimana mestinya. Sangat jarang pemerintah gagal bayar atau berutang pada pelaksana proyek. Ada adigium di kalangan pemain proyek (konsultan/kontraktor) ; "proyek pemerintah itu duitnya pasti".
Bila sebuah proyek sudah selesai dikerjakan, dan sudah jatuh tempo pembayaran sesuai perhitungan kontrak, maka si pelaksana proyek (konsultan/kontraktor) wajib mencairkan termin/permohonan pembayaran kepada pihak pemerintah melalui lembaga terkait.
Karena kalau tidak, pihak pejabat/panitia proyek Pemda bisa dianggap tidak becus bekerja, dianggap berkinerja buruk, dan bisa kena sanksi, heu heu hue...
Pemda umumnya "takut' berutang pada pihak ketiga (pihak konsultan dan kontraktor) karena bila Pemda berutang berarti ada yang tidak beres pada tahap perencanaan anggaran pembangunan atau tahap pelaksanaan. Hal tersebut pertanda raport/kinerja buruk dinas terkait dan Pemda tersebut.
Kalau sebuah proyek sudah dianggarkan dan jadi mata anggaran kegiatan yang tercatat di APBD yang sudah disahkan, maka harus terserap/dilaksanakan baik dalam bentuk proyek perencanaan (konsultansi) maupun proyek fisik/pelaksanaan (kontraktor/pemborong).Â
Bila sebuah mata anggaran proyek tidak terserap atau proyek tidak dilaksanakan tanpa alasan yang jelas atau tidak sesuai ketentuan maka bisa memunculkan dugaan adanya penyelewengan proyek yang berujung pada proses hukum di pengadilan.Â
Akibatnya sangsi terhadap si pejabat atau dinas terkait oleh pihak pemeriksa baik itu Inspektorat Pemda, BPK, bahkan sampai pada Kejaksaan/Pengadilan. Apalagi bila KPK turun gunung, bakal : "tak akan lari penjara dikejar!"
Sanksi yang diterima pihak pejabat Pemda terkait--selain bersifat administratif (sanksi ringan)----bisa juga kurungan penjara dengan dakwaan 'korupsi" oleh pihak pengadilan lewat persidangan umum, walau si Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Pengguna Anggaran tidak "makan uang" sepersen pun.
Kasus penembakan si Pejabat/PNS yang anak bupati terhadap kontraktor, cukup menarik untuk disimak lebih lanjut. Ada apa dibalik "utang pemerintah" terhadap si Kontraktor?
-----
Peb13/11/2019
sumber referensi : satu. dua, tiga, empat. lima, enamÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI