Tujuh perintah Jokowi itu bisa dijadikan parameter umum publik untuk kelak menilai kinerja menteri dalam melaksanakan lima program kerja yang disampaikannya dalam pidato pelantikan presiden.
Pertama, prioritas pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang pekerja keras dan dinamis.Â
Kedua, meneruskan pembangunan infrastruktur  yang menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, yang mendongkrak lapangan kerja baru, yang mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat.Â
Ketiga, Ketiga, penyederhanaan segala regulasi. Dalam hal ini pemerintah juga akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua undang-undang besar, yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Masing-masing UU itu akan menjadi omnibus law, satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU.
 Keempat, penyederhanaan birokrasi dan prioritas investasi untuk penciptaan lapangan kerja.Â
Kelima, Â transformasi ekonomi dari ketergantungan pada sumber daya alam menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern, yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran.
Penilaian kinerja menteri bukan semata dilakukan publik sebagai user kebijakan pemerintah, melainkan juga owner si Menteri yakni Presiden Jokowi.Â
Penilai terbesar adalah rakyat sebagai user.  Komplain, ketidakpuasaan atau kekecewaan  user bisa dilakukan di berbagai saluran, baik secara formal maupun non formal. Era demokrasi dan informasi yang terbuka seperti sekarang ini memudahkan user untuk melaporkan kepada owner tentang penilaian, ketidakpuasan dan ungkapan kekecewaan yang didasarkan pada fakta, informasi dan data.Â
Presiden sebagai owner dari menteri akan melakukan tindakan lebih lanjut, yakni membuat teguran atau penggantian menteri untuk perbaikan program kerja yang sudah dicanangkannya. Semua itu demi kepuasan user.
Formasi kabinet Jokowi Jilid II sangat mengecewakan bila sudah terbukti pekerjaan tidak memenuhi target, tidak sesuai parameter dan tidak memuaskan rakyat.Â