Jokowi memang dilantik jadi Presiden RI, tapi bintang dalam pelantikannya bukan dia
Pelantikan Jokowi sebagai presiden RI untuk periode ke dua merupakan peristiwa sejarah bangsa, negara serta bagi Jokowi secara pribadi. Namun sensasi sejarah itu tidak sebesar ketika Jokowi dilantik pada periode pertama tahun 2014. Saat itu dia adalah presiden baru Indonesia. Â Dia muncul dari entitas politik 'yang tak biasa' dalam sejarah bangsa.Â
Jokowi bukanlah tokoh dari "elit politik nasional" yang terbiasa dan sudah lama malang melintang di kancah politik. Bandingkan dengan  SBY  yang terlebih dahulu menjadi elit TNI dan menteri, atau Megawati yang ketua partai besar dan keturunan ningrat politik.Â
Jokowi adalah orang biasa, yang tak pernah diperhitungkan ketika mulai berkiprah di dunia politik. Jadi, ketika Jokowi pertama kali terpilih jadi presiden, sensasi pelantikannya menjadi sebuah euforia besar bangsa ini. Kala itu, Jokowi merupakan Bintang baru dalam sejarah politik Indonesia.
Sedangkan saat ini Jokowi sebagai incumbent yang dilantik kembali. Selama lima tahun pemerintahannya di periode pertama, Jokowi telah menjadi tokoh politik pada umumnya sehingga  pelantikannya kali ini tak lagi hal yang luar biasa, tak lebih sebuah legalitas untuk bekerja, menyelesaikan sejumlah program pembangunan  yang belum selesai.
Segala kehebatan Jokowi saat menjalankan tugas kepresidenan di periode pertama justru menjadikan peristiwa pelantikannya di periode ke dua menjadi tidak hebat. Menjadi biasa-biasa saja, layaknya 'business as usual" dalam suatu keberlanjutan sebuah dinamika kepengelolaan lembaga (pemerintahan).Â
Harapan publik yang tersemat pun sudah terbaca sejak awal.  Padahal, harapan inilah salah satu bumbu penyedap sensasi pelantikan presiden baru. Harapan yang inheren di dalam imaginasi kolektif publik  disematkan kepada si Tokoh yang baru menjabat. Hal tersebut memunculkan Bintang terang di ruang pelantikan.Â
Ketika Jokowi tak lagi menjadi sebuah magnet sensasi pelantikan presiden di periode kedua, apakah moment sejarah kali ini tak lagi memiliki sensasi yang memunculkan bintang peristiwa? Tetap ada ! Siapa orangnya? Prabowo!
Prabowo bukan presiden. Prabowo "cuma tamu" pelantikan presiden. Tapi perjalanan  dinamika Pilpres 2019 yang mengharu biru, penuh ironi, dramatis dengan darah dan air mata anak negeri menempatkannya pada panggung politik yang tinggi.Â
Perjalanan perseteruan Pilpres 2019 sebenarnya keberlanjutan dari Pilpres 2014. Hasilnya menempatkan Prabowo bukan orang yang terpilih, namun tak menyurutkan potensi dirinya menjadi sensasi dan bintang pelantikan Presiden RI.Â
Prabowo merupakan rival Jokowi pada dua periode perebutan kursi presiden. Prabowo dua kali kalah Pilpres namun dia selalu mampu memenangkan dirinya di momen akhir. Momen sejarah bagi bangsa dan negara.
Prabowo tak pernah kalah oleh dirinya sendiri untuk menjadi orang yang tak pernah jera menghadiri pelantikan rivalnya menduduki kursi yang diimpikannya sejak lama. Disinilah sumber energi sensasi Prabowo yang menjadikannya bintang pelantikan Presiden Jokowi di periode kedua.Â
Kemudian ketika beberapa waktu lalu Prabowo bertemu mesra bak kawan lama dengan Jokowi di stasiun/kereta MRT dan Istana Negara, perangkat sensasi dan kebintangan itu sedang Prabowo rangkai untuk acara menjadi bintang terang pada pelantikan Jokowi. Ketika dia menyatakan mendukung dan siap membantu pemerintahan Jokowi periode kedua--apapun bentuknya--disitulah kini tersemat harapan besar publik, sebuah imaginasi kolektif anak negeri yang menjadi energi iluminasi besar sinar bintang Prabowo.Â
"benarkah itu Rhoma?"
"tentu Anie, percayalah padaku"
"kalau dia kau pilih jadi bintang, aku rapopo Rhoma."
"Oooh..Anie, kau membuat ku tersipu-sipu.."
----Â
peb20/10/2019
artikel sebelumnya :Â
#11Tahun Kompasiana Menuju 1000 Tahun Binatang Jalang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H