Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buzzerku, Buzzermu, Buzzer Kita

13 Oktober 2019   12:02 Diperbarui: 13 Oktober 2019   12:28 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: detik.com

Setiap netizen memiliki energi potensial sebagai Buzzer. Mereka punya otoritas, ruang dan hasrat. Ini Koentji ! 

Kenapa baru sekarang Buzzer naik daun? Jawabannya bisa banyak!

Mungkin baru sekarang ada daun yang pas untuk dinaiki. Bisa pula sejak dulu sudah ada daun yang tepat, namun belum ada momentum untuk dinaiki. Atau belum ada pihak berniat menaikkannya di atas daun. Heu heu heu!

Apa pun itu, kini banyak orang--khususnya para netizen/warganet atau penggiat media sosial--makin melek dengan istilah buzzer.  Walau awalnya sudah tahu, tapi tidak terlalu "ngeh" soal per-buzzer-an.

Dari asal katanya, buzzer berarti 'pendengung'. Bila diartikan secara kepoisme, 'pendengung' adalah orang yang memproduksi suara tertentu agar banyak orang mendengar dan mengingat ciri khas suara tersebut, misalnya vibrasi, nada, ucapan, lafal atau kata-kata yang memuat pesan tertentu.

Dalam dunia media sosial, arti "pendengung" bukan semata "suara", namun juga wujud lain berupa  tulisan (cuitan/status, seruan, artikel, dll), gambar (lukisan, sketsa, meme, foto), maupun produk audio visual (filem pendek, lagu atau rekaman pembicaraan). Ketiga macam produk buzzer itu "mendengung" sendiri-sendiri, dan bisa juga dikombinasikan agar menarik perhatian banyak orang.

Sumber gambar: mainmain.id
Sumber gambar: mainmain.id

Kaget dengan produk Buzzer? Semoga saja tidak, karena dunia medsos sangat sering berisi hal-hal "unik", "aneh", "tidak biasa", "menakjubkan" dan semacamnya yang dipenuhi kreatifitas sehingga tak memberi ruang yang cukup para para "kageter" (orang yang mudah kaget, heu heu heu..). Jadi , "tak ada kaget diantara kita. Kalau lah ada sumur di ladang, janganlah kaget dalam peti, karena sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya tidak kaget juga". Heu heu heu...

Hal yang sering bikin banyak orang "terlihat kaget" bukan produk yang "tampak" (hardware) melainkan narasi dibalik yang tampak (software) dari para buzzer. Narasi itu berisi pesan yang sengaja didesain sedemikian rupa  agar banyak orang mengingatnya, menjadi terpengaruh, tergerak dan menuruti isi pesan yang disampaikan si buzzer tersebut.  

Sumber gambar: tribunnews.com
Sumber gambar: tribunnews.com

Dunia Medsos, Hasrat dan Buzzer

Dunia medsos merupakan jagat raya tempat berkeliarannya para buzzer  pembawa produk-produk "dengung" yang tak terbatas ruang, waktu dan peristiwa. Semua dilahapnya secara "rakus" dalam tempo sesingkat-singkatnya--yang seringkali mengabaikan nilai-nilai moral dan etika yang berlaku. Muncul cepat saji, banyak varian, dan tak perduli perasaaan pemilik peristiwa yang dicurinya.

Di jagat medsos ini pula menjadi tempat setiap orang mencari-cari "jati diri" nya yang lain. Mereka berdengung tanpa henti demi mendapatkan kepenuhan "jati diri" tersebut di panggung jagat maya. Sadar atau tidak sadar saat berdengung tanpa henti,  mereka masuk ke dalam dunia buzzer.

Mereka pegang kendali kendaraan berupa dirinya untuk menelusuri dan membangun panggung diri di setiap bagian yang menarik perhatian banyak orang . Meleburkan diri  di setiap unsur yang pemberi kepuasan. Menjelajahi jarak yang menantang ego.

Di situ, yang jadi penguasa si netizen adalah hasrat, yang diasosiasikan Sigmund Freud sebagai harapan atau keinginan yang bersifat tidak disadari. Hasrat berhubungan dengan "kepenuhan" dan menjadi daya pendorong tindakan seseorang dalam mencari pemenuhan atas hasratnya.

Filusuf Hegel mengartikan "hasrat" sebagai 'hasrat akan pengakuan'. Hal ini dijelaskan dengan dialektika tuan-budak. Seseorang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari sesamanya karena dengan cara demikianlah orang tersebut mendapatkan kepastian dirinya.

Proses pengakuan terjadi secara seimbang dan bersifat timbal balik, di mana pengakuan diberikan seseorang, sepadan dengan orang yang diakui. Hegel beranggapan bahwa kepastian diri terbentuk dari proses dialektika antara hasrat dengan pemenuhannya.

Dalam konteks dunia maya, kepastian diri inilah diperjuangkan para netizen. Dengan memiliki kepastian diri. Mereka  seakan menemukan posisinya dalam dunia nyata, dan membawanya pada kebebasan. Jadi  pada skala awal, jiwa-jiwa buzzer merupakan energi potensial yang bersemayam pada setiap netizen.

Ketika masuk ke dalam dinamika dunia maya, energi itu menjadikan netizen buzzer. Sesungguhnya para netizen merupakan buzzer bagi diri.  Kalau kemudian, dalam perkembangannya mereka menjadi buzzer pihak lain itu merupakan turunan energi potensial yang mereka miliki, bercampur hasrat dengan kadar yang relatif.

Artikel  ini merupakan salah satu contoh produk "dengung" buzzer  pada skala awal. Kalau kemudian anda pertanyakan "Eeeh, tulisan lu kagak kedengaran, Peb!".  Ya, aku sih rapopo....

----

Peb13/10/2019 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun