Lalu, bagaimana dengan Caleg gagal yang partainya tidak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) ? Kalau memang niat, si Caleg masih bisa memenuhi aspirasi pemilihnya. Dengan pengaruhnya yang besar, dia tetap bisa membantu rakyat di dapilnya misalnya melakukan aktivitas sosial kemasyarakatan di luar parlemen yang melibatkan berbagai pihak. Soal dana itu urusan si Caleg gagal dengan kelembagaan politik dan nonpolitik yang gaetnya.
Namun seringkali juga terjadi, si Caleg gagal kemudian hilang bagai ditelan bumi. Dia kembali ke habitat aslinya, baik itu sebagai pengusaha, artis, olahragawan, dan lain sebagainya, tanpa pernah "menyapa" rakyat di dapilnya. Janji politik dan pesta demokrasi yang usai menjadi tinggal kenangan saja.
Padahal pada pesta demokrasi yang panjang itu, dia membawakan banyak harapan dari para pemilihnya. Jumlah suara yang signifikan, bisa puluhan ribu dan ratusan ribu bukanlah hal yang sepele. Didalamnya memuat hajat hidup orang banyak yang berdimensi moralitas.
Sejatinya, harus ada perjajian tertulis atau tidak tertulis antara rakyat pemilih dan Caleg pada suatu Dapil, baik ketika terpilih atau tidak terpilih. Namun relatif sangat sulit mengingat bahwa model perjanjian seperti itu memiliki konsekuensi yang berat bagi si Caleg bila gagal terpilih, dan dalam perjalannya habis duit dan pamor surut.
Yang bisa dilakukan oleh rakyat pemilih adalah kemampuan membaca niat si Caleg sejak awal dari kiprah sosialnya sebelum menjadi Caleg. Orang yang selalu aktif di ranah sosial, ketika tidak terpilih pun akan tetap suka beraktivitas sosial kemasyarakatan.
Namun bila hal itu tidak pernah dilakukan sebelumnya, maka kecil harapan bagi rakyat pemilih mendapatkan sentuhan sosial si Caleg gagal, sehebat dan terkenal apapun si Caleg. Dia hanya datang ketika butuh suara, dan pergi ketika pesta demokrasi tak membuatnya bisa tersenyum lepas.
Disinilah, sejak awal rakyat pemilih harus berwawasan dan kritis agar surat suara yang dicoblosnya atau aspirasi yang dititipkannya tidak terbuang percuma. Ini merupakan bagian dari pendidikan politik kepada masyarakat. Lalu, siapa pendidiknya?
----Â
peb14/05/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H