Ketika sedang hangat munculnya pendekar "Sempak Merah" hasil dari perang media sosial Twitter antara kader Demokrat Ferdinand Hutahaen versus kader Gerindra Arief Puyuono, muncul "perang lain" di medan laga yang lain pula antara Yusril Ihza Mahendra dengan Rizieq Shihab.
Pasalnya, beredar isi pembicaraan via WhatsApp (WA) dalam bentuk tangkap layar antara Yusril Ihza Mahendra dengan Rizieq Shihab. Isi pembicaraan di WA itu sebenarnya biasa saja. Pembicaraan antara dua kawan pada umumnya yang sudah lama saling kenal.
Dalam pembicaraan via chat WA itu, Yusril merencanakan akan umroh, dan sekalian berkunjung ke tempat Rizieq Shihab sahabatnya yang kini tinggal di Arab Saudi. Rizieq pun menyambut baik keinginan Yusril.
Lalu pembicaraan mengarah pada situasi politik di tanah air. Khususnya sekitar persoalan capres Prabowo yang memilih Sandiaga Uno sebagai wakil, bukan dari kalangan ulama hasil Ijtima Ulama.Â
Di situ dikatakan, pihak pendukung Prabowo dari kalangan Islam menjadi serba salah. Bila tidak mendukung Prabowo, mereka sudah satu koalisi.Â
Namun bila mendukung, nyatanya ke-Islaman Prabowo dinilai rendah atau diragukan. Mereka mengetahui betul Prabowo berasal dari keluarga non-muslim. Selain itu pengetahuan keagamaan Prabowo dinilai belum kuat.
Ini adalah pembicaraan biasa. Di luar isi pembicaraan itu orang umum pun sudah bisa menganalisis situasi politik Indonesia yang hangat dan berkembang.Â
Namun kemudian menjadi tidak biasa ketika hasil pembicaraan via WA kedua tokoh politik ke-Islaman itu bocor (dibocorkan) ke publik dalam bentuk fisik screenshot (tangkap layar). Dan, yang membocorkannya adalah pihak Yusril Ihza Mahendra.
Tentu publik bisa menduga hal ini erat kaitannya dengan suasana politik masa Pilpres. Dulu, Yusril berteman dengan Rizieq. Kini, dengan pembocoran pembicaraan itu, pretensinya Yuszril sudah tidak lagi satu kubu politik dengan Rizieq.
Mungkin, selaku pakar hukum, Yusril pernah bicara lewat media bahwa Rizieq Shihab pernah meragukan ke-Islaman Prabowo. Yusril tak ingin asal bicara, dia punya bukti, maka dia tunjukkan  bukti "hukum yang otentik" dari smartphone miliknya.
Saya bukan pakar hukum. Saya menduga, secara yuridis formal, hasil tangkap layar tersebut merupakan upaya memberikan bukti yang kuat dari Yusril Ihza Mahendra kepada publik.
Hal yang menjadi tanda tanya adalah; apakah pembocoran isi WA itu etis dilakukan?
Bila dicermati, yang dilakukan Yusril tersebut lebih kepada pembuktian dirinya tidak asal ngomong, melainkan karena punya bukti. Dia punya sumber yang layak bisa dipertanggungjawabkan kepada publik.
Yusril awalnya sedang tidak dalam kondisi "terpaksa atas nama tuntutan hukum" untuk membuktikan di suatu persidangan bahwa dia punya bukti untuk sebuah kasus hukum antara dirinya dengan Rizieq.
Antara etika dan hukum sebenarnya dua hal yang sejalan. Umumnya pada rel yang berbeda. Namun keduanya bisa berada di rel dan gerbong yang sama bila sudah masuk kasus hukum yang bersifat mengikat, terkait pasal-pasal dalam kitab hukum dan potensi sanksinya.
Sementara etika lebih kepada integritas dan moral personal di dalam konteks relasi antarpersonal. Atau relasi personal dengan suatu entitas sosial. Etika itu menjadi kesepakatan si personal dengan pihak di luar dirinya, baik personal atau kelompok.
Pembicaraan WA antara kedua orang teman merupakan etika antarpersonal. Masing-masing percaya bahwa apa yang dibicarakan "hanya untuk dan jadi milik berdua saja". Di situlah etika terbangun antarkedua orang tersebut.
Selama keduanya saling percaya menjaga pembicaraan agar tidak keluar ke publik, maka selama itu pula etika yang terbangun tetap terjaga. Namun, etika keduanya bisa "petjah" bila salah satu pihak berkhianat. Atau, bila keduanya sepakat untuk membukanya demi suatu tuntutan formal, misalnya terkait yuridis (hukum).
Kembali kepada pembocoran Yusril Ihza Mahendra mengenai pembicaraannya dengan sahabatnya Rizieq Shihab di Arab Saudi, nampaknya ada unsur pelanggaran etika di awal permasalahan antarkedua sahabat itu.
Kemungkinan lebih lanjut akan masuk ke ranah yuridis, bila relasi dan situasi kedua pihak tidak mencapai kemufakatan.
Soal beginian, Yusril Ihza Mahendra tentu lebih paham. Dia adalah pakar hukum hebat dan ternama. Kita tunggu saja perkembangannya. Apakah mereka akan bersengketa hingga ke pengadilan resmi yang menghasilkan pihak pemenang dan kalah? Â
Apapun proses dan hasilnya, aku sih rapopo.
---
Peb/04/04/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H