Kalau tidak menguasai data, hampir pasti saya tidak bisa menulis artikel. Pernah cukup lama saya tidak membaca berita dan tidak menonton televisi. Saya tidak mengikuti perkembangan isu politik.
Ketika "ribut-ribut" di grup WA (yang tidak setiap waktu saya buka) ada kejadian besar soal politik. Seorang kawan menantang saya membuat artikel opini. Kontan saya kelabakan karena saya tidak mengikuti isu-isu politik sekitar kejadian itu sebelumnya.
Saya mesti mencari data-data dari berita sebelumnya. Ini yang kadang kala bikin saya malas. Heu heu heu!
Alhasil, tadinya saya ingin selesaikan secara cepat, terpaksa harus beberapa jam blusukan berita lama.Â
Beberapa alinea pembuka saya jadikan terlebih dahulu dan disimpan dalam "draft". Rencananya, besok dilanjutkan lagi. Tapi akhirnya....artikel itu tidak pernah selesai! Kenapa? Kelamaan, om/tante!. Jadinya hilang deh anu saya...Heu heu heu!
Kembali ke laptop. Pengalaman pembicaraan kecil dengan si Penulis fiksi tadi saya tempatkan sebagai "data primer" atau "data empiris". Artinya data didasarkan pada pengalaman langsung dengan "obyek".
Hal itu berbeda dengan data dari sumber lain (koran, majalah, televisi, dan media lainnya) yang merupakan data sekunder.
Kalau pengalaman pembicaraan itu tidak saya tuliskan dalam bentuk teks, maka tidak pernah akan lahir "data". Pengalaman itu hilang begitu saja ditelan waktu.
Setelah "data" itu saya tulis, maka barulah saya "membuat sikap" tertulis. Sikap tertulis itu adalah artikel yang anda baca saat ini.
Membuat sikap merupakan sebuah sudut pandang terhadap pengalaman empiris dan data. Isinya adalah sebuah pemikiran tertentu. Tulisan yang sedang anda baca saat ini merupakan data dan sikap (sudut pandang) saya terhadap pengalaman empiris.