Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aktivis Politik"Mengancam" Tuhan dan Kisah Ayah dengan Anaknya

23 Februari 2019   05:11 Diperbarui: 23 Februari 2019   06:14 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana cara mengancam Tuhan secara tepat? 

Sebelum menjawab pertanyaan itu, kita perlu tahu dulu, apakah Tuhan bisa diancam supaya mau mengabulkan permintaan manusia?

Kalau bisa, sila saja lanjutkan pencarian cara-cara yang tepat membuat ancaman. Tentu saya dengan konsekuensi logis dan teologisnya.

Kalau Tuhan tidak bisa diancam, lalu bagaimana mengkomunikasikan sesuatu agar Tuhan "mau tidak mau" mengabulkan permintaan?

Alkisah pertama, ada seorang Ayah yang baik. Dia tidak bisa menolak ketika anak yang di kasihinya menyodorkan sebuah permintaan dibelikan sebuah alat permainan. Kenapa?

Pertama, si Ayah mampu membelikan permintaan anaknya itu. Bukan hanya sebuah. Satu kontainer pun mampu ayahnya belikan.

Kedua, si Anak merupakan sosok yang baik. Dia patuh terhadap segala aturan di rumahnya. Sangat hormat kepada Ayah dan Ibunya, para tetua, saudara-saudaranya dan teman-temannya. Dia rajin membantu pekerjaan di rumah sesuai kapasitasnya sebagai anak. Rajin belajar sehingga nilai pelajaran sekolahnya sangat baik. Pandai bergaul dan suka menolong teman-temannya. Selain itu taat berdoa.

Pendek kata, anaknya tersebut membuat Ayah dan Ibunya merasa nyaman dan bangga.

Suatu ketika, si Anak ngomong kepada Ayahnya minta dibelikan alat permainan yang sejak lama dia idam-idamkan. Si anak mengkomunikasikannya bukan dengan mengatakan barang itu akan menjadi miliknya sendiri, melainkan juga menjadi milik bersama teman-temannya.

Dia mengatakan mainan itu akan menjadi bagian dari dirinya dan menjadi media kebersamaan dengan teman-temannya. Dengan permainan itu, dia ingin mengajak teman-temannya ikut bergembira bersama dirinya.

Si Ayah melihat, bagi si Anak, alat permainan itu hanya "alat" semata, yang menjadi sasaran utamanya adalah pengembangan dirinya di dalam lingkungan sosialnya. Nilai tambah permainan itu bukan sebuah "pamer" kepemilikan, melainkan fungsi edukasi dan sosialnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun