Pukul 12 malam Jokowi diam-diam dan hanya ditemani sopir meninjau langsung ke lapangan mendengar langsung permasalahan dari masyarakat nelayan ketika permasalahan nelayan jadi agenda kerjanya pada waktu itu. Hal seperti itu bukan sekali dua kali Jokowi lakukan untuk memastikan kondisi nyata yang ada di lapangan, bukan hanya yang tertera di kertas laporan.
Semua yang Jokowi lakukan bukan semata untuk mengontrol jalannya program, melainkan juga sebagai bagian dari proses Jokowi belajar mengalahkan ketidakpunyaan passion dirinya dalam sejumlah asepk atau bidang.
Jokowi tak segan menjadi pendengar yang baik, atau berdialog dengan berbagai komunitas. Di dalam agenda itu, dia membangun chemistry dengan berbagai bidang unik di luar passion dan keahliannya. Itulah cara Jokowi belajar mengUp-Grade dirinya.Â
Karena Jokowi sadar, semua hal di republik ini, suka atau tidak suka, menjadi tanggung jawabnya sebagai presiden, sebagai pemimpin bangsa dan negara serta sebagai kawan berjuang bersama rakyat dan berbagai elemen masyarakat. Semua itu, dia lakukan untuk meletakkan dasar pembangunan masa kini dan jalan bagi bangsa ini menghadapi masa depan.
Jokowi dan Prabowo, Dua Pribadi Unik dan Tuntutan Kekinian
Membandingkan dua pribadi manusia mungkin dianggap tidak adil karena setiap orang itu merupakan pribadi yang unik. Namun disisi lain, ada tuntutan bersama ketika seseorang menjadi pemimpin publik. Menjadi milik publik dan beranggungjwab pada kehidupan orang banyak.
Itulah mengapa, setiap orang yang unik memiliki era atau zamannya untuk menjadi pembuat sejarah bagi orang banyak.
Prabowo dikenal pandai pidato, sebuah cara komunikasi satu arah. Monolog. Penuh retorika. Dia tentu telah belajar banyak untuk itu. Bahkan dia bagai meng-copy paste gaya Soekarno.
Retorika memuat aspek emosional, yang dibutuhkan pada masa tertentu untuk membangkitkan semangat kebersamaan. Perjuangan melawan ketertindasan. Pada masanya, seperti masa peperangan, zaman awal kemerdekaan, z aman awal membangun diri, retorika mampu menjadi energi untuk mengalahkan ketidaberdayaan kolektif.
Tapi zaman kini, keutamaan perjuangan bangsa tak lagi pada retorika, melainkan pada penguasaan konsep, detail dan contoh kerja. Sebuah wujud rasionalitas yang nyata. Hal ini yang dimiliki oleh Jokowi untuk membawa bangsa ini menjadi lebih maju. Sayangnya, hal ini tak  dimiliki oleh seorang Prabowo yang tampak jelas dalam Debat Capres kedua. Begitu juga dalam keseharian Prabowo di ruang publik.
Kini bangsa ini tak ingin hanya makan retorika. Kita telah masuk zaman yang "pasti-pasti". Sebuah zaman yang butuh solusi, dengan target, sasaran dan aksi nyata.