Dia tak menguasai isu ekonomi zaman milenial dan masa depan. Hal tersebut tampak dalam Debat Capres kedua. Prabowo tergagap, dan kemudian membuat pernyataan tak sesuai konteks.
Padahal menguasai soal "onlen-onlen" tak butuh harus menjadi presiden terlebih dahulu. Banyak media dan pakar yang bisa mengajarkan betapa pentingnya bisnis "onlen-onlen" di masa kini dan masa depan. Bukankah dunia saat ini berada dalam genggaman?
Tanpa mengecilkan sosok politisnya, lihat saja cara komunikasi publik Prabowo, pernahkan dia menggunakan perangkat smarthphone pribadi berbicara atau berkabar kepada publik dengan menggunakan aplikasi Vlog?
Pada beberapa kesempatan, ada Vlog yang menghadirkan Prabowo tapi bukan dilakukannya sendiri, melainkan oleh Dahnil Anzar---Koordinar Jubir Badan Pemenangan Nasional tim Prabowo-Sandi.Â
Seperti saat Dahnil dan Prabowo menjelaskan soal 'adegan' Prabowo berjoget usai penarikan nomor urut capres 21/9/2018,  juga saat menjelaskan isu keterlibatan konsultan politik dari luar (asing) dalam tim kampanye mereka. Hal yang paling sederhana, Prabowo tak pernah memegang smartphone miliknya untuk ber-wefie (foto rawe-rame) dengan masyarakat pendukungnya. Akun twitter Prabowo pun terlihat "kering" dan tidak  familiar dengan generasi milenial.
Menjadi "pemain media sosial" atau pemegang smartphone yangh aktif di dunia "onlen-onlen" memang tidak bisa dijadikan tolak ukur utama kepemimpinan seseorang. Namun hal itu bisa menjadi pertanda kepeminatan seseorang terhadap teknologi terkini, yang kiranya bisa mengajaknya untuk membuat berbagai kebijakan terkait teknologi untuk kehidupan bangsa dan negara, serta performance pemerintahan yang dipimpinnya.
Sulit rasanya membayangkan seorang menjadi ketua PSSI tapi bukan pecandu bola, bukan? Bagaimana dia bisa memimpin dengan baik dan melahirkan prestasi prestasi masa depan?
Jokowi bukanlah pemimpin yang sempurna. Banyak hal di luar passion-nya yang harus dia urus dan dalami karena kompleksnya permasalahan pemerintahan, negara dan bangsa ini.Â
Namun itu bukan halangan, karena Jokowi tipe pemimpin yang berusaha belajar dan menguasai sistem, bahkan sampai ke masalah detail. Dia terjun langsung (blusukan) ke berbagai proyek pembangunan, mengikuti agenda kegiatan dengan meniadakan kekakuan protokoler kepresidenan. Dia berinteraksi dan mendengar langsung dari pelaku di lapangan, baik rakyat kecil, pekerja proyek, pedagang, komunitas, dan lain sebagainya.
Dalam debat capres kedua lalu, beberapa kali Prabowo menyatakan Jokowi hanya menerima laporan asal bapak senang dari para jajarannya. Jokowi bukanlah seperti yang dibayangkan Prabowo---yang nampaknya terjebak dalam suasana kepemimpinan Orde Baru yang kental akan istilah "Asal Bapak Senang". Nyatanya tidak demikian. Jokowi bukan tipe pemimpin seperti itu.