Harapannya, rakyat akan mengalihkan kepercayaan dari pemerintahan Jokowi kepada oposisi tersebut untuk jadi pemimpin negeri ini.
Persoalan besar sekarang bukan lagi pada penjatuhan kepercayaan rakyat kepada pemerintahan Jokowi, melainkan rusaknya tradisi kebersamaan dan saling memahami antar pribadi dan elemen masyarakat yang sudah lama terbentuk di dalam kehidupan masyarakat.
Kerusakan itu sangat berat. Ibarat tubuh, yang rusak adalah bagian dalam. Butuh waktu lama untuk penyembuhan.
Siapa pun pemimpin yang terpilih tidak bisa langsung memulihkan kerusakan itu seperti sediakala. Persoalannya adalah entitas elit politik dengan rakyat awam sangat berbeda, baik dalam dinamika, maupun daya resiliensi (resilience).
Entitas elit politik--atas nama politik itu cair dan berdasarkan kepentingan kelompok--bisa kembali berteman dengan lawan politiknya usai pertarungan. Mereka bisa dengan mudah lompat pagar dan bersatu dalam satu kubu walau tadinya berbeda kubu secara ekstrim.
Sementara entitas rakyat awam terjadi sebaliknya. Unsur SARA yang sensitif--khususnya politisasi agama, dan proses cuci otak dari masifnya semburan kebohongan dan fitnah yang digunakan pihak oposisi bersama para relawan politiknya sebagai alat perang politik telah menjadikan luka dan dendam kolektif. Kerusakannya sangat dalam dan tak mudah sembuh.
Disisi lain--secara teoritis--tanpa gangguan dari luar, setiap ekosistem mempunyai kekenyalan, daya pulih untuk mengatur kembali dan memperbaharui dirinya sendiri tanpa kehilangan fungsi maupun keanekaragamannya. Proses ini disebut resiliensi.
Kehidupan rakyat awam sebagai "sebuah ekosistem" sosial-budaya-ekonomi memiliki satu kesatuan resiliensi, yang diharapkan bisa tetap hidup, tak kehilangan daya sembuhnya secara alami, walau butuh waktu yang sulit diprediksi.
Proses alami, kompetisi dan suksesi dalam komunitas "species" yang berbeda-beda dalam masyarakat membentuk dasar bagi resiliensi.Â
Dalam pengelolaannya masyarakat dan pemerintah yang kelak berkuasa harus menjaga agar gangguan-gangguan yang terjadi tetap dalam ambang batas tertentu agar fondasi berbangsa dan bernegara yang solid dan dulu pernah ada tidak hancur/hilang.