Menulis merupakan momen yang nikmat. Apalagi saat tema awal sudah didapatkan dan direncanakan untuk ditulis. Artinya kita sudah tahu akan menulis "apa dan bagaimana".
Dengan sedikit gerakan kedepan, kita pun bisa larut dalam penuangan pokok-pokok pikiran, menyusun kata untuk menciptakan diksi, edit "sana-sini" dan kemudian membaca ulang apa yang sudah disusun--walau mungkin baru beberapa paragraf yang tertuang. Momen nikmat itu bisa dikatakan "lagi sakau" menulis.
Pada situasi nikmat itu, mungkin kalau maling lewat depan jendela pun tak akan akan terlihat. Kenapa? Karena maling itu "cuma lewat" saja tidak mengganggu kegiatan menulis. Sedangkan kita sedang "sakau" dalam genangan ide. Heu heuheu!
Saat "sakau" semua ide-ide bagai berterbangan di sekitar kepala menjadi layaknya berada surga. Kita begitu dianugerahi bahan tulisan. Seperti hujan emas di negeri sendiri. Â
Bagi sebagai penulis, inilah momen pencerahan yang sesungguhnya. Bagai berada di kebun buah yang berlimpah, sudah siap dipetik, terhampar dan tinggal dimakan.Â
Namun bagi sebagai orang lain lagi, justru menjadi bingung saking banyaknya "buah" ide untuk "dimakan". Buah yang mana akan dipilih? Buah yang merah? Buah yang besar? Buah yang harum?buah yang...dan seterusnya.
Bagaimanapun situasinya, keputusan harus diambil. Aneka "buah ide" itu harus disusun menjadi kalimat. Satu dua paragraf pun terbentuk dengan cantiknya. Walau dengan susah payah harus "mengunyah" setiap pilihan kata.
Namun di tengah jalan, tanpa direncanakan sebelumnya, ada satu atau dua paragraf yang sudah tersusun rapi, memunculkan ide lain di luar tema awal. Dan celakanya, proses mengunyah "kata-kata"--nya begitu gampang dan lancar.
Semua itu bisa terjadi dari "rayuan maut" satu atau dua paragraf yang sudah tersusun. Bisa juga dari "mentoknya" proses penyusunan rangkaian kata karena "bingung" dengan banyaknya pilihan "buah ide".
Pernahkah anda mengalaminya?
Kalau pernah, bersyukurlah. Kalau belum pernah, bersiap-siaplah momen itu menghampiri anda. "Ibarat kate nih yee,....elu sebagai pendekar silat mesti siap dengan segala serangan yang kagak lu sangke-sangke".
Kita sebagai penulis harusnya senang. Tadi ingin menulis sesuatu sudah punya tema besar. Kita bersyukur dilimpahi banyak ide. Namun bila dalam proses menulisnya terjadi perubahan tema, kita jangan alergi dahulu. Jangan tutup hati dan pikiran untuk hal baru. Pintu pikiran harus terus dibuka.
Kita jangan alergi terhadap perubahan tema. Jangan pernah takut untuk mengeksekusi terlebih dahulu ide yang baru muncul tersebut. Toh, tema lama tidak hilang. Bisa disimpan untuk dieksekusi pada lain waktu dan kesempatan.
Saat itu, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, tema baru itu begitu deras menawarkan dirinya dan memberi kemudahan untuk dicumbu. Kita diajak larut dalam cengkerama, sambil menelusuri arus gagasan baru yang tak kita perkirakan sebelumnya.
Kita pun dituntut menutaskan tema baru yang "menyelingkuhi" tema lama, tanpa merasa bersalah karena itu adalah anugerah!
Dalam otak manusia, ada banyak memori yang secara sadar dan tidak sadar tersimpan dari beragam pengalaman dan peristiwa yang telah dilalui dalam kehidupan. Memori itu mengendap. Menjadi sebuah "Big Data" bagi setiap individu sesuai setting dirinya. Big Data itu merupakan sebuah energi potensial yang hanya butuh sebuah stimulan tertentu untuk keluar menjadi gagasan, ide dan seterusnya.
Ketika kita melakukan "selingkuh" tema saat menulis, sebenarnya kita tidak sedang "berselingkuh". Karena gagasan atau tema yang muncul belakangan itu bukan barang baru. Semua itu adalah bagian "Big Data" setiap individu yang lama tidur aatu mengendap tadi. Gagasan baru dari Big Data itu terbangun saat kita menulis suatu tema tertentu. Ketika sebuah rangkaian kalimat sudah tersusun dalam bentuk paragraf. Ketika diksi-diksi memperlihatkan aneka makna.
Semua yang ada dalam Big Data itu adalah milik kita sendiri. Milik setiap individu sebagai mahluk yang unik berdasarkan perjalanan hidupnya. Tema baru itu "bukan lelaki lain atau perempuan lain" yang tiba-tiba datang menawarkan diri 'dicumbu" dalam proses menulis anda tadi.
Kita jangan merasa bersalah melakukan perubahan tema ditengah proses menulis artikel. Jangan takut "menyelingkuhi" tema lama untuk mendapatkan sebuah artikel bernas sesuai ciri kepenulisan kita sendiri. Â Jadi, jangan merasa takut. Don wori, beibeh...aku sih rapopo.
----
Peb02/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H