Ketika kemudian wadah dan media menulis kini  berada di genggaman setiap pribadi manusia, maka kemauan itu "dipaksa" muncul, tumbuh dan  bangun dari tidurnya.
Kini setiap orang awam pemegang smartphone bisa menuliskan pesan kepada orang lain. Menuliskan "curhat" pengalaman yang tadi dialaminya di media sosial. Menuliskan kesaksian peristiwa. Menuliskan renungan atas berbagai peristiwa. Dan seterusnya.
Jadi soal "kemauan mengartikulasikan" sudah bukan lagi hak milik setiap individu yang tidak boleh dimasuki orang lain. Kemauan tak lagi dibiarkan eksklusif, diam dan tergantung setiap orang. Â Oleh zaman, Â kini "kemauan" telah dipaksa menjadi "mau tidak mau".
Seorang yang sedang dalam duka cita mendalam ditinggal mati orang yang dikasihinya "mau tidak mau" menuliskan pesan kepada para kerabatnya. Oleh zaman, seseorang dipaksa menuliskan sesuatu saat berada dalam duka dan kepahitan hidupnya.
Ya, kini setiap orang "mau tidak mau" harus menulis. Kalau dia abai, maka zaman akan menghukumnya. Orang yang abai menulis, maka dia kehilangan informasi karena tidak berbagi informasi yang "harus" dituliskan kepada zaman.Â
Zaman tidak bisa menolong seseorang karena tidak ada informasi yang dituliskannya. Zaman tidak bisa memberi apresiasi atau ruang hidup kepada seseorang karena tidak ada informasi yang dituliskannya kepada zaman.
Zaman akan mengucilkannya dari dunia pergaulan. Zaman akan membuatnya menderita sendiri. Zaman akan membuatnya jadi orang paling "tolol" sedunia, dan seterusnya.
Menulis kini telah menjadi ruang terbuka bagi sia saja yang mau menulis. Kapan pun. Dimana pun. Dalam situasi dan kondisi apa pun. Sebagai pribadi yang unik, kini otoritas menulis berada ditangan setiap orang.Â
Setiap orang diberi kuasa menulis di ruang yang kini terbuka lebar. Jadi tak ada alasan untuk tidak menulis. Dan jangan lupa, bersuka cita lah dengan huruf, kata dan kalimat. Agar zaman bisa tersenyum dalam situasi sepahit apapun yang diberikan peristiwa.
Aku sih rapopo..
Selamat week end
---