Hari Minggu 09/12/2018 waktu sore, Indonesia benar-benar seperti negerinya sepak bola ketika melihat gairah sekitar 70 ribu Jakmania memenuhi stadion GBK mendukung tim Persija meraih juara liga 1 Â tahun 2018.Â
Pada saat bersamaan di empat tempat berbeda juga terjadi laga penting bagai mempertahankan hidup dan mati. Empat tim berjuang meraih posisi menentukan gengsi dan keikutsertaannya pada kompetisi mendatang.Â
Adalah PSM Makasar melumat PSMS Medan di stadion Andi Matalata, PS Tira melumat BPS Borneo FC, Arema Indonesia melibas Sriwijaya FC, dan PS Serui mengalahkan sang kakak, Persipura.
Hasilnya, Persija juara liga 2018, sementara Mitra Kukar, Sriwijaya FC, dan PSMS Medan harus terdepak ke level Liga 2. Sedangkan PS Tira selamat, demikian juga PS Serui yang "ditolong" sang Kakak.Â
Tiga tim yang terdepak ke Liga 2 bukan tim sembarangan. Sriwjaya FC dan PSMS medan merupakan tim yang pernah menjuarai liga beberapa tahun lalu. Sementara Mitra Kukar merupakan tim papan atas dan elit yang dengan kelimpahan materi yang dimiliknya pernah menjadi tim impian para pemain profesional Indonesia.
Melihat gairah itu, mungkin sekarang sang Dewi sepak bola menyesal karena telah melakukan kesalahan besar melahirkan sepak bola di Inggris (England). Harusnya dilakukan di Indonesia karena gairah masyarakatnya sangat besar dalam menikmati sepak bola. Kalau dihitung jumlah orang gila bola di Indonesia bisa melebih jumlah seluruh rakyat Inggris (53 juta jiwa)--baik yang gila bola maupun tidak suka bola.
Dewi sepak bola boleh-boleh saja menjalani masa kehamilan di Inggris, tapi jelang kelahiran, harusnya berada di Indonesia. Gegap gempita sepak bola di Indonesia tentunya menjadi kampung halaman paling menyenangkan untuk sang Dewi tinggal dan membesarkan sepak bola.Â
Di kampung Indonesia yang ramah dan antusias, kehidupan sepak bola menjadi lebih punya arti. Bukan tidak mungkin, hal itu berimplikasi pada prestasi sepak bola nasional yang mendunia.
Namun kemungkinan lain Sang Dewi sepak bola punya pandangan tersendiri. Indonesia bukanlah tempat yang tepat untuk kelahiran sepak bola. Sejak jauh hari sang Dewi sudah melihat bahwa cukuplah Indonesia sebagai penggembira saja dalam dunia sepak bola, bukan sebagai pelaku elit sepak bola dunia walau memiliki rakyatnya punya gairah besar dalam sepak bola. Â
Sepak bola tak hanya melulu soal 22 pemain menendang bola di lapangan rumput disertai gemuruh sorak-sorai penonton. Sepak bola adalah soal manajemen kelembagaan di luar lapangan.Â